Aia Aisyah, Ethiyal Lafifah, F. Adinta, Ria Agustina, Yosseva Resliantie
E-Mail: kolasewaktu[aT]gmail.com
Aia Aisyah, Ethiyal Lafifah, F. Adinta, Ria Agustina, Yosseva ResliantieDaftar Buku
Jumlah buku:11. Kolase Waktu
Saat kubuka, aku sampai di dunia semut—yang keseluruhannya berukuran sebesar manusia—yang tengah berbaris rapi menyalurkan makanan. Mereka begitu kompak. Belum genap menyempurnakan rasa, aku sudah terperangah dengan ‘penglihatan’ sejumlah kawanku yang semenit lalu masih bersama di dunia roh. Ada yang menjelma tikus, buaya, babi. Ada yang menjelma raja atau pendeta. Mereka mengenaliku. Aku tersenyum, seperti ada sesuatu tak bernama yang meluap-luap dalam diriku. Baiklah. *** “Kau yakin pada pilihanmu?” Aku mengangguk mantap. Kukembalikan pisau pembunuh waktu yang dipinjamkan Tuhan padaku. Aneh, sepertinya pisau itu menyukai keputusanku sekalipun ia tak dapat menyembunyikan kehausan di wajahnya. Tuhan tersenyum. “Kau hebat. Buktikan pada-Ku kau bisa moksa. Dunia yang baru saja kau lihat, bisakah kau membuatnya lebih indah? Bantulah manusia-manusia itu lepas dari nafsunya!” Aku tersenyum. Kau tahu, sesungguhnya kau tak tahu apa yang akan terjadi padamu sebelum engkau melaluinya. Waktu memandangku penuh arti. Kami bergandengan mesra. Sebagaimana kutipan di atas, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum kita melaluinya. Dengan pilihan kata-kata yang tak biasa didengar, kumpulan cerpen Kolase Waktu ini bisa menjadi teman untuk merenungi waktu yang telah kita lalui dan mengintrospeksi apa yang telah kita lakukan. (Mash, Penikmat Sastra)
Saat kubuka, aku sampai di dunia semut—yang keseluruhannya berukuran sebesar manusia—yang tengah berbaris rapi menyalurkan makanan. Mereka begitu kompak. Belum genap menyempurnakan rasa, aku sudah terperangah dengan ‘penglihatan’ sejumlah kawanku yang semenit lalu masih bersama di dunia roh. Ada yang menjelma tikus, buaya, babi. Ada yang menjelma raja atau pendeta. Mereka mengenaliku. Aku tersenyum, seperti ada sesuatu tak bernama yang meluap-luap dalam diriku. Baiklah. *** “Kau yakin pada pilihanmu?” Aku mengangguk mantap. Kukembalikan pisau pembunuh waktu yang dipinjamkan Tuhan padaku. Aneh, sepertinya pisau itu menyukai keputusanku sekalipun ia tak dapat menyembunyikan kehausan di wajahnya. Tuhan tersenyum. “Kau hebat. Buktikan pada-Ku kau bisa moksa. Dunia yang baru saja kau lihat, bisakah kau membuatnya lebih indah? Bantulah manusia-manusia itu lepas dari nafsunya!” Aku tersenyum. Kau tahu, sesungguhnya kau tak tahu apa yang akan terjadi padamu sebelum engkau melaluinya. Waktu memandangku penuh arti. Kami bergandengan mesra. Sebagaimana kutipan di atas, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum kita melaluinya. Dengan pilihan kata-kata yang tak biasa didengar, kumpulan cerpen Kolase Waktu ini bisa menjadi teman untuk merenungi waktu yang telah kita lalui dan mengintrospeksi apa yang telah kita lakukan. (Mash, Penikmat Sastra)