Nurlaeli Umar, Andary Witjaksono
E-Mail: andarywitjaksono[aT]gmail.com
Nurlaeli Umar, ibu tiga putra. Saat ini berdomisili di Jakarta. Begitu menyukai aksara, hingga sangat ingin menuliskan semua yang ada di benaknya. Dari menikmati setiap tulisan yang hadir, bagaimana merangkai aksara dan imajinasi hingga menjadi kalimat. Tulisannya tergabung dalam banyak buku antologi. Bisa disapa di akun FB : Nurlaeli Umar, dan Twitter: @nurlaeli umar. Menulis, untuk berbagi dan berarti [ Nurlaeli Umar ] Andary Witjaksono, ibu dua putra berdomisili di Bandung. Meramu masakan, juga meracik tulisan merupakan kegemarannya. Menulis baginya sebagai terapi. Aksara merupakan wadah sempurna dalam menumpahkan rasa dan imaji. Di dumay bisa dijumpai di beranda akun FB : Andary Witjaksono. Setiap jiwa yang hadir dalam kehidupan akan selalu dikenang, terlebih bagi mereka yang meninggalkan jejak kearifan [ Andary Witjaksono ]Daftar Buku
Jumlah buku:11. 2 Jejak Aksara
‘Gadis lugu itu sekarang menjadi ibu. Dan laki-laki yang ditunggunya hingga pagi menjelang, adalah satu-satunya cinta yang ia tahu. Mesti sampai air mata darahkah agar kekasihnya itu tahu, tiap detik merindu? Mengeluh, merindu, perlahan datang lalu terbang mengitari jiwanya selayak kekupu. Juga cemburu yang meruah…’ Tukiyem Menggugat. ‘Kelak, suatu ketika engkau menjejakkan kakimu di negeri para Daeng, sempatkan singgah ke simpang empat Jalan Korban 40.000 Jiwa,…’ Mie Rasa Rindu. ‘Lagi …dan kembali, menunggu ditemani waktu yang bisu …, sama-sama tergugu oleh tak pedulimu, tidakkah kau tahu … dalam rinainya ada keteduhan, membawa kesegaran dalam sesak yang gersang, bila tiada niat ‘kan datang …, maka tak perlu salahkan hujan …’ Menulis Hujan. Baca juga coretan romantis dalam : Sakura Hokkaido, Rindu Sebanyak Rintik Hujan, dan Pelangi dari Cokelat. Sebagaimana penulisnya, 2 Jejak Aksara sarat kesederhanaan juga penuh kebaikan. -Bayu Ambuari-
‘Gadis lugu itu sekarang menjadi ibu. Dan laki-laki yang ditunggunya hingga pagi menjelang, adalah satu-satunya cinta yang ia tahu. Mesti sampai air mata darahkah agar kekasihnya itu tahu, tiap detik merindu? Mengeluh, merindu, perlahan datang lalu terbang mengitari jiwanya selayak kekupu. Juga cemburu yang meruah…’ Tukiyem Menggugat. ‘Kelak, suatu ketika engkau menjejakkan kakimu di negeri para Daeng, sempatkan singgah ke simpang empat Jalan Korban 40.000 Jiwa,…’ Mie Rasa Rindu. ‘Lagi …dan kembali, menunggu ditemani waktu yang bisu …, sama-sama tergugu oleh tak pedulimu, tidakkah kau tahu … dalam rinainya ada keteduhan, membawa kesegaran dalam sesak yang gersang, bila tiada niat ‘kan datang …, maka tak perlu salahkan hujan …’ Menulis Hujan. Baca juga coretan romantis dalam : Sakura Hokkaido, Rindu Sebanyak Rintik Hujan, dan Pelangi dari Cokelat. Sebagaimana penulisnya, 2 Jejak Aksara sarat kesederhanaan juga penuh kebaikan. -Bayu Ambuari-