slogan leutika prio

Christie Damayanti

Christie DamayantiE-Mail: christie.suharto[aT]yahoo.com

Seorang stroke & cancer survivor, arsitek, motivator, filateli dan pemerhati Jakarta. Terus berkarya walau dalam keterbatasan sebagai insan pasca stroke dengan lumpuh ˝ tubuh sebelah kanan.




Daftar Buku

Jumlah buku:59

11. Pulih 85% dari Serangan Stroke dengan Lumpuh Tubuh Kanan
Pulih 85% dari Serangan Stroke dengan Lumpuh Tubuh KananDalam Nama Tuhan, kuserahkan hidupku, apapun yang Engkau inginkan untuk aku kerjakan. Praise the Lord Jesus ……

12. Seoul korea - klasik, tradisional dan modern
Seoul korea - klasik, tradisional dan modernPersahabatan itu memang seharusnya tidak akan lekang oleh waktu. Karena, persahabatan mempunyai dampak untuk kita menjadi bahagia ….. Persahabatanku dengan grup Fortissimo dari Filipina pun, sampai sekarang tetap terjaga, walau kami dipisahkan oleh pandemic dan jarak antar Negara masing-masing. Tetapi, kami tetap saling sapa di media social, dan saling ketawa ketiwi jilka kami memposting foto-foto jadul kami. Ketika sahabatku harus bertugas ke Seoul, akupun sempat datang memenuhi undangan mereka, untuk menginap di aparteen mereka. Dan, travelling ku selama di Seoul, walau mereka tidak bisa terus bersama menyusuri kota Seoul, aku sudah sangat berbahagia. Diharapkan, jika pandemic usia, bisa saja Fortissimo bermusik lagi di Hotel Hyatt Jakarta sehingga kami bisa bertemu lagi. Seoul merupakan catatan bahagia dua Negara, Indonesia dan Filipina dalam persahabatan untukku, dan kota ini akan terus memberkas di hatiku ……

13. Kekuatan disabilitas dalam Paralimpiade Tokyo 2020
Kekuatan disabilitas dalam Paralimpiade Tokyo 2020Disabilitas memang dianggap sebagai orang yang “tersingkir” dan tidak perlu masuk di dunia persaingan dengan orang non-disabilitas. Disabilitas memang dianggap sebagai orang yang perlu dan patut dikasihani dan dilindungi, dan tidak perlu berjuang untuk sebuah kebanggaan. Sebaiknya hanya duduk diam dan aka nada orang yang membantunya. Tetapi, kenyataannya tidak demikian, karena memang ada yang benar membantu bagi personal disabilitas? Tidak semua keluarga yang bisa membantu, bahkan negarapun dangat terbatas untuk membantu. Sehingga, para disabilitas pun harus berjuang untuk kehidupannya, termasuk para atlet disabilitas, yang pada kenyataannya sangat memprihatinkan di beberapa Negara. Tetapi, apapun yang terjadi bagi disabilitas itu adalah kenyataan, yang harus diantisipasi untuk memperoleh kehidupan yang aman dan nyaman. Tidak ada yang bisa mendukung para disabilitas itu, selain dirinya sendiri. Dukungan keluarga dan Negara pun, tidak mungkin sedetail yang disabilitas butuhkan, sehingga mereka poun harus tidk boleh manja. Para atlet disabilitas pun, alau sudah mengharumkan nama Negara masing-masing, tetap harus berjuang untuk hidupnya. Dan, keberlanjutan kehifupan mereka, sekali lagi, sangat bergantung pada emangatnya untuk terus survive, sampai Tuhan memanggilnya pulang …… Dan, inilah realitas bagi kaum disabilitas (termasuk atlet-atletnya) dunia …..

14. Aku dan Kursi Roda Ajaibku di Sepanjang Jalur Protokol Jl. Sudirman-Jl. Thamrin : Pengamatan untuk Kota Ramah Disailitas
Aku dan Kursi Roda Ajaibku di Sepanjang Jalur Protokol Jl. Sudirman-Jl. Thamrin : Pengamatan untuk Kota Ramah DisailitasPerjalananku diseputaran jalur protocol Jalan Sudirman – Thamrin, berakhir di Hotel Le Meredien. Dari hotel ini juga, pagi itu kami berjalan sampai Jalan Thamrin, makan siang di sekitaran Bank BBD. Sempat naik JPO untuk melihat dari atas Jalur BusWay TransJakarta serta mencoba kenyamanan ramp untuk kursi roda ajaibku. Setelah itu, kami naik MRT di Stasiun depan Kedutaan Jerman di Jalan Thamtin, dan menuju Stasiun Gelora Senayan. Berjalan2 sekitaran sana dan naik turun JPO yang viral dengan bentuk yang intagramable. Dan, kembali ke Hotel Le Meredien, sekitar jam 18.00. Setelah itu, kami sedikit beristirahat dan pulang, dengan diantar mas Ivan ke rumahku. Aku memang ingin melihat dan merasakan sendiri, apakah aku mampu dengan nyaman untuk berkeliling dengan kursi rida ajaibku, karena itu yang aku mau bahwa, Jakarta harus segera memulai konsep “kita ramah disabilitas” nya. Juga, aku memang ingin melihat dengan detail, apa yang dikatakan banyak orang tentang kenyamanan pedestrian di jalur protocol Sudirman – Thamrin ini. Ya, memang. Pedestrian disepanjang jalan itu memang sangat nyaman, tetapi apakah hanya di jalur protokolnya saja? Bagaimana dengan jalur2 non-protokol nya? Bahkan, sedikir berbelok dari jalur itu saja, pedestrian sama sekali tidak nyaman ….. Sebagai ibukora, Jakaarta seharusnya membangun kota yang ramah untuk warganya, siapaun itu, terutama untuk disabilitas dan prioritas. Bukan hanya untuk pencitraan saja, dengan hanya membangun jalur2 protokolnya saja, yang ramah. Semoga, buku ini bisa membukakan mata dan hati kita, terutama pemerintah

15. We are The Right-Menuju Kota Ramah Disabilitas, Kesetaraan dan Pemenuhan Fasilitas Publik dalam Ruang Inklusi dan Non-Diskriminasi
We are The Right-Menuju Kota Ramah Disabilitas, Kesetaraan dan Pemenuhan Fasilitas Publik dalam Ruang Inklusi dan Non-Diskriminasi40 bab aku tuliskan pada buku ini, dengan 1 prolog dan 2 epilog. Tulisan di buku ini, sengaja aku persembahkan untuk teman-teman disabilitas. Keinginanku sudah jelas, aku ingin terus berjuang untuk ku sendiri dan jelas untuk teman2 disabilitas. Bagaimana aku ingin memberikan tempat yang nyaman dan “ramah disabilitas”. Jakarta, tempat aku tinggal dan teman-teman disabilitasku, memang masih jauh dengan kata “ramah disabilitas”, tetapi sedikit demi sedikit, pemerintah DKI Jakarta mulai untuk memperdulikan kami, kaum disabilitas. Termasuk dari tulisan-tulisanku yang aku selalu share lewat media social, aku berusaha untuk memberikan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan dan fasilitas, supaya kota Jakarta tercinta ini, lebih banyak belajar tentang apa yang kami butuhkan. Aku berharap, buku ini bisa memberikan informasi tentang konsep serta kebutuhan untuk kami kaum disabilitas, dan mengangkat pendekatan bagaimana Jakarta bisa lebih jauh mendekati kota yang “ramah disabilitas”. Bukan hanya Jakarta saja, tetapi semua kota di dunia, untuk menjadi tempat yang “ramah disanilitas”, full dengan inklusi dan tanpa diskriminasi ……


Leutika Leutika