Dia datang. Makhluk Mars-ku si Raja Tega muncul kembali dan memenuhi ruang hatiku. Membangkitkan sensasi bahagia yang sudah lima tahun terpendam. Dia datang dan membuatku terkejut dengan bagian hidupnya yang baru. Kak Iza, wanita anggun istrinya, dan juga Ai’, pria kecil tampan, putranya.

Apakah salah jika aku merasa ia juga merasakan kebahagiaan yang membuncah dalam hatinya? Tidak. Ya, aku rasa aku tak salah karena ia menunjukkannya padaku. Hal yang membuat aku terbawa hingga menyudutkan Lelaki Bermata Teduh yang kukenal dua tahun sesudah Makhluk Mars-ku si Raja Tega itu menghilang. Lelaki sederhana dan berhati lembut yang seperti Tuhan kirim untuk membantuku menyatukan mozaik kepingan hatiku.

Aku berada dalam dilema. Antara Makhluk Mars-ku si Raja Tega atau Lelaki Bermata Teduh yang Sederhana. Dilema yang membuatku seperti kehilangan kendali hingga harus menyakiti beberapa keping hati yang lain. Aku hampir terjerembap dan terjebak. Aku hampir terluka untuk kedua kalinya. Apalagi ketika Lelaki Bermata Teduh yang Sederhana itu melepaskanku. Aku runtuh.

‘…Tak ada yang lebih baik daripada yang telah ditakdirkan Allah.

Karena itu kami rela, mesti tak sepenuhnya mengerti.

Karena yang terindah adalah rahasia’

(Petikan ode buat Gus Dur: ‘Mengertilah’ oleh D. Zawawi Imron)

Ya. Dan pada akhirnya aku sadar. Tuhan menunjukannya. Takdir berjalan sesuai kehendak-Nya. Perlahan. Sekeping hatiku pun bisa utuh kembali. Dengan izin-Nya.