Setelah lama berselancar ke forum jual beli, di Kaskus, blogdetik, hingga iklangratis.com, akhirnya kutemukan juga iklan yang aku cari-cari. Aku mencari tanah yang strategis untuk dibangun sebuah mall, sebagaimana yang diharapkan  Bu Erica. Oh, sungguh indahnya dunia ini! Aku seperti ikut merasakan dan mengalami sendiri perjuangan Bob Sadino mendirikan Khemcik-nya!

“Aku pusing memikirkan cara kerjamu yang serba cepat begitu, Cith! Aku sungguh tak bisa mengikutimu!” 

Beny mengaku kewalahan dan menyerah mengikuti caraku berbisnis. 

“Sederhana saja, Kawan! Hanya dibutuhkan satu formula yang tepat. Mimpi, rencana, action, dan doa!” 

Bukannya paham, Beny justru melongo. 

“Asalkan itu halal dan berada di jalur yang benar, aku setuju-setuju saja deh, Cith!”

Ada sesuatu yang meloncat-loncat di tengah kesibukanku meracik bisnis ritel ini. Ada kerinduan canda dan tawa anak-anak Semarang, ada senyum Floretta yang hanya bisa kunikmati dari balik pengintaian, juga senyum kekalahan pemuda kampung yang memiliki nama satu jengkal, Suyatno. 

Kini semua telah berubah, aku seakan-akan telah bisa membaca tulisan anggun itu. Sebuah baliho raksasa yang berkilap, dan neon box yang terang-benderang saat malam hari. Di dalamnya terkandung tulisan yang merupakan nama dari mall itu, MALL CITHOS! Nama yang diambil dari nama panggilanku. Pemilik mall itu jelas-jelas bukan orang sembarangan: Suyatno Sugondo. 

Tiba-tiba aku merasa berada di pusat dari segala titik pusat Jakarta. Aku merasa Jakarta sedang tunduk bertekuk lutut di depanku. Jakarta menyerah. Jakarta pasrah melawan kegigihan dan kerja kerasku. Aku serasa berada di titik nol kilometer Jakarta. Ya, aku berdiri persis di titik itu sekarang. Titik nol kilometer Jakarta. 

Ah, Jakarta! Akhirnya….