Tanpa dicita-citakan dan tanpa diimpikan, Abdul Halim akhirnya menjadi Ketua RT. Disebabkan umur perumahan yang relatif masih baru, peran Ketua RT hampir mirip dengan peran kepala suku. Segala hal dituntut untuk diurusi. Bukan hanya urusan KTP, masalah antarrumah tangga maupun internal rumah tangga sebuah keluarga pun Ketua RT harus turut campur untuk menyelesaikan masalah. Ketua RT juga dituntut untuk mengurusi masalah keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan seperti pembuangan sampah dan aliran got atau gorong-gorong, sampai urusan beras raskin. Yang sulit bukanlah mengurusi itu semua. Tetapi yang dirasakan unik dan pelik adalah manakala Ketua RT harus berhadapan dengan warga dan mengurusi mereka dengan segala ragam watak dan perilaku.

 

Kalau di perumahan elite mungkin banyak warga yang tidak mengenal siapa Ketua RT mereka, tapi di perumahan ini Ketua RT sangat terkenal dan familiar bagi semua warga, bahkan tidak ada satu pun anak kecil yang tidak mengenal siapa ketua RT-nya. Menjadi Ketua RT setelah melalui hasil jebakan dan pemilihan, Abdul Halim banyak memetik pelajaran berharga dari jabatan yang kecil tingkatannya tetapi sangat besar maknanya ini. Ia mengalami cukup banyak gesekan sosiologis dan politis dari interaksinya dengan para warga. Pada akhirnya, karena faktor ekonomi, ia harus meninggalkan warganya dan melepaskan jabatannya. Walaupun hanya dua setengah tahun ia menjabat Ketua RT, tapi lika-liku perjalanannya dalam masa jabatannya terasa panjang, tajam, dan terjal.

 

Penulis tidak tahu dengan pasti apakah pernah seorang mantan ketua RT menulis kisahnya dalam sebuah buku dan diterbitkan oleh sebuah penerbit. Bila pun naskah yang dikirim ini kemudian diterbitkan, mungkin akan menjadi buku pertama yang ditulis oleh seorang mantan ketua RT yang kisahnya cukup inspiratif. Lingkungan RT di perumahan yang warganya heterogen menurut hemat penulis dapat dikatakan sebagai sebuah miniatur negara di republik yang tercinta ini. Bila euforia yang sekarang sedang terjadi di negeri ini adalah sebuah jabatan yang paling top, maka naskah yang dikirim ini berisikan cerita tentang sebuah jabatan yang paling tidak top. Anggap saja ini sebagai sebuah memoar seorang pejabat publik yang paling terakhir dalam hierarkinya. Terakhir namun tetap menjadi terdepan. Menarik, bukan?