“Menunggu apa lagi dirimu?” tiba-tiba suara itu menanggalkan lamunanku. Menyentak pelan tapi pasti. “Bukankah seorang pencari, tidak hanya berdiam diri? Menunggu? Bukankah seorang pencari itu kuat sebab berjuang untuk tetap berjalan dan berjalan? Bukan duduk dan mendiamkan diri.”

Itulah sentakan Bapak,seorang laki-laki penjaga taman yang menyadarkan tokoh 'aku'--bahwa mencintai itu adalah sebuah perjalanan ke dalam dan bukan hanya berdiam diri menanti harapan itu datang di depan mata. Perjalanan dan pencarian itu bukan berarah 'ke luar'--tentang mendapatkan kekasih, mendapatkan perhatian, mendapatkan dukungan dan teman terdekat.Pencarian cinta adalah perjalanan dan pencarian ke 'dalam'untuk menemukan hakikat diri yang sesungguhnya. Menyingkap sejatinya diri, di mana sang pencari akan bertemu dengan setiap hal terhubung dengan Dia,Sang Kekasih Sejati.

Di Taman Itu, Aku Memperjuangkan-Mu merupakan "buku manual pengembangan" diri yang disajikan dalam kisah "aku" yang "patah" dan bertumbuh dalam kebersamaan bersama Bapak--seorang arif nan sederhana. Kebersamaan "aku" dengan Bapak telah menuturkan kemerduan makna cinta, kehidupan, dan perjalanan. Berbalut nuansa tasawuf dan psikologi yang kental, tokoh "aku" mengajak kita untuk bertekun mendalami pembicaraan mengenai "diri" dengan Bapak melalui semua kejadian yang terjadi pada diri dan membacanya dalam kerangka Cinta.