slogan leutika prio

Skouw-Wutung, Sejengkal Tanah Sejuta Keunikan

Penulis: Singgih Pambudi Arinto, S.Ip. & Dawit Tornado Pidjath, S.H., Kategori: Sosial Politik
Skouw-Wutung, Sejengkal Tanah Sejuta Keunikan
Zoom
ISBN: 978-602-371-026-3
Terbit: April 2015
Halaman : 106, BW : 106, Warna : 0
Harga: Rp. 80.300,00
Deskripsi:
 
Wilayah Papua memiliki begitu banyak keunikan dan potensi wisata yang belum digali secara maksimal. Perbatasan Skouw – Wutung merupakan salah satu daerah dengan berbagai keunikan, di samping merupakan tempat wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari dalam dan luar negeri.
 
Kampung Skouw berada di Distrik Muara Tami, Kabupaten Jayapura, Indonesia, sedangkan Desa Wutung berada di Provinsi Sandaun, Papua New Guinea. Perbatasan Skouw – Wutung secara adat hak ulayatnya dipegang oleh seorang Kepala Suku (di pesisir Papua disebut Ondoafi dan di PNG disebut Land Lord) yang merupakan warga Negara PNG. Ondoafi ini tinggal di daerah Indonesia karena sesuai klaim masyarakat Wutung, secara adat hak ulayat wilayah mereka masuk sampai sejauh 9 km dalam wilayah Indonesia yaitu sepanjang sebelah timur Sungai Tami. Klaim batas wilayah adat ini melampaui batas wilayah antarnegara. Apakah seorang warga negara asing boleh memiliki hak ulayat di wilayah NKRI?
 
Pintu perbatasan Skouw – Wutung setiap harinya dibuka pukul 08.00 WIT dan ditutup pukul 16.00 WIT. Pada hari pasar (market day), banyak warga Negara PNG yang masuk ke Indonesia melalui pintu perbatasan untuk berbelanja. Yang unik di pasar ini, komunikasi antarpedagang dan pembeli dilakukan dalam bahasa Inggris Pidgin, yaitu bahasa sehari-hari masyarakat PNG. Selain itu, mata uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan adalah mata uang kina (mata uang PNG). Demi kedaulatan negara, tidak dapatkah pemerintah Indonesia menetapkan mata uang rupiah dalam transaksi ekonomi yang terjadi di wilayah NKRI?
 
Kurang lebih 10 km dari garis batas terdapat Kampung Moso, di mana kampung ini 100% penduduknya adalah warga Negara Indonesia, tetapi mereka setiap hari pergi menggarap ladang mereka yang berada di wilayah PNG. Yang lebih unik lagi, seluruh penduduk Kampung Moso menggunakan bahasa Inggris Pidgin sebagai bahasa sehari-hari.
 
Masih banyak hal unik yang bisa diketahui dalam buku ini mengenai perbatasan Skouw – Wutung, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.

Download contoh buku: Download

Dilihat: 6190 kali.
Beli:   


Share |


Produk Sejenis

  • Menjala Kesejahteraan: Bunga Rampai Pemikiran Perikanan dan Kelautan
  • Puzzle Jakarta 2
  • Catatan Pendek
  • Meneropong Industri Media Massa
  • DINAMIKA DEMOKRASI, PEMILU DAN  OTONOMI DAERAH DI INDONESIA



Review

Leutikaprio
Kirim: 19-01-2016 08:17
Kita semua tahu bahwa wilayah Papua memiliki begitu banyak keunikan dan potensi wisata yang belum digali secara maksimal. Perbatasan Skouw – Wutung merupakan salah satu daerah dengan berbagai keunikan, di samping merupakan tempat wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari dalam dan luar negeri. Kampung Skouw berada di Distrik Muara Tami, Kabupaten Jayapura, Indonesia, sedangkan Desa Wutung berada di Provinsi Sandaun, Papua New Guinea. Melalui buku ini, kita akan diajak berpetualang untuk mengenal daerah perbatasan, khususnya perbatasan Skouw –Wutung ini. Pembaca akan mengenal serunya kegiatan kemasyarakatan yang ada di sana dan juga budaya uniknya. Lewat buku ini pula, kita bisa mengetahui sejarah singkat adanya pasar Skouw – Wutung. Pada awal 2000-an, warga Papua New Guinea (PNG) yang ingin membeli barang dari Indonesia harus ke Kelurahan Koya, sekitar 30 menit perjalanan dari perbatasan. Melihat kondisi tersebut, maka seorang pengusaha pribumi bernama George Waromi, berinisiatif untuk membuka toko di Kantor Kadin Perbatasan. Kemudian, setelah diresmikan, Pasar Skouw yang biasanya buka setiap hari sempat tutup pada April 2014 karena ada gangguan keamanan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Dan, dibuka kembali pada bulan Agustus 2014. Pasar Skouw yang berjarak kurang lebih 300 meter dari pintu perbatasan antara Republik Indonesia – Papua New Guinea ini, memiliki nilai strategis dan berpotensi untuk mendorong peningkatan nilai ekspor. Uniknya, pedagangnya didominasi oleh warga pendatang seperti Makassar & Jawa dan hanya sebagian yang berdagang pinang. Beberapa faktor yang membuat warga Papua New Guinea justru lebih senang berbelanja pada para pedagang Indonesia juga bisa kita temukan dalam buku ini. Contohnya, apabila warga Papua New Guinea ingin menikmati makan siang di luar harus mengeluarkan Rp45.0000,00, sedangkan bila mereka membeli dari pedagang Indonesia yang ada di Pasar Skouw, hanya perlu mengeluarkan Rp16.000,00. Harga yang murah dan jarak yang tidak terlalu jauh inilah yang membuat Pasar Skouw ramai akan pembeli yang berasal dari Papua New Guinea. Adat istiadat warga perbatasan Skouw – Wutung juga dibahas di buku ini, misalnya saja adat membuat tato dan makan pinang. Buku ini bagus untuk kita yang penasaran dan ingin menambah wawasan tentang kegiatan para penduduk yang tinggal di perbatasan.

Kirim Review

Nama:


E-Mail:


Review Anda:

Karakter: 



 

Leutika Leutika