Kategori Kumpulan Cerpen
Segala yang berhubungan dengan seksualitas selalu diartikan aib, haram, tabu. Padahal, tanpa seksualitas, manusia akan segera punah dari muka bumi. “Ciuman untuk Eros” adalah sebuah wujud perjuangan bagi seksualitas manusia. Memperjuangkan seksualitas yang didosakan atas nama moralitas dan agama. Memperjuangkan seksualitas yang dikotori oleh mereka yang memanfaatkannya tanpa otak. Memperjuangkan seksualitas yang dipelintir sehingga hilang sisi kemanusiaannya.
Selaput hati adalah antalogi cerpen yang mengumpulkan kisah-kisah penggugah rasa, menggambarkan cinta dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Cinta itu adalah sebuah pertanyaan bersambut dengan jawaban dari belahan jiwa. Cinta itu sulit di ungkapkan dengan kata-kata, hanya terasa dan terukir dalam lautan kalimat yang bersemayam kaidah cinta. Rasa yang menguatkan untuk bertindak, mengambil keputusan dari ketulusan hati dengan mengarahkan dan terarah menuju jalan yang benar. Cinta itu mengajarkan ketegaran, ketulusan dan ketertarikan apa adanya. Tapi cintapun dapat terkikis, berubah dan menghilang dengan cepat. Hanya cinta sejati yang saling menguatkan dengan mengartikan cinta dalam selaput hati.
Untuk sejenak saya ingin mengajak anda berhenti dari semua kesibukan dan kegaduhan dunia sejenak berhentilah dan nikmati hidangan yang saya berikan dalam buku ini, saya ingin mengajak anda berpetualang menjelajah menembus dimensi ruang dan waktu dalam cerpen yang berjudul time travel, dan berkeliling ke ruang angkasa melihat dari kejauhan rumah kita planet bumi serta mengitari milky way
Selain itu dalam buku ini anda juga diajak untuk merenung tentang hari akhir dalam cerpen yang berjudul end of days, tidak hanya itu berbagai factor yang menyebabkan kiamat juga akan dibahas
Tidak hanya menjelajah ruang angkasa dalam buku ini juga dibahas prilaku atom atom yang sangat unik bagaimana mereka dapat terbang menari seperti malaikat dalam surga anda bisa membacanya dalam push the limit and fly.
Ramalan tentang masa depan juga akan dibahas dalam buku ini diantaranya dalam cerpen yang berjudul energi masa depan, juga akan dibahas bagaimana cara meramal bursa saham dengan menggunakan sains
Buku ini membahas tentang sains dalam aplikasi kehidupan sehari hari mulai dari benda benda ruang angkasa yang fantastis dan eksotis seperti black holes sampai prilaku benda terkecil yakni atom atom dalam semesta ini, selamat menikmati!
Kumpulan cerpen ini sebagian sudah dimuat di Harian Kaltim Post dan dikirim dalam berbagai even. Cerpen-cerpen ini ditulis pada tahun 2008 ke atas. Banyak refleksi kemanusiaan kita temukan dalam cerpen-cerpen ini. Di sinilah kelebihan cerpen-cerpen Sunaryo Broto. Meski cara berceritanya datar, tapi selalu saja ada titik-titik yang membuat kita sebagai pembaca merasa tersentuh dan tersentak.
Sentuhan dan sentakan itu bisa berasal dari tampilnya beragam karakter manusia dan cerita yang mengelilinginya. Dalam “Pada Sebuah Buku, Pada Seorang Kawan”, misalnya, kita tersentuh oleh cerita nostalgia zaman menjadi mahasiswa dalam keadaan keterbatasan fasilitas dan finansial. Sentuhan itu dipertajam dengan hadirnya tokoh Joko yang sampai sekarang pun masih hidup dalam keterjepitan ekonomi.
Cerpen “Doa Ibu”, kita bisa digoda untuk teringat pada ibu kita masing-masing dengan berbagai cerita nostalgia yang kita alami. Romantisme keluarga dengan menampilkan indahnya kehidupan “berselara masa lalu” ini juga terulang setidaknya dalam cerpen “Mudik Lebaran” dan “Keringat Lelaki Tua”. Di cerpen “Doa Ibu”, selain dibawa bernostalgia kita juga diajak berdiskusi tentang kearifan kultural, semisal pada kasus tokoh “Ibu” dan beberapa tokoh lain yang memegang teguh tradisi. Tokoh “Aku” sebagai wakil anak muda atau generasi modern yang tidak percaya pada mistisisme generasi lama ternyata tetap tak bisa lari darinya dan ketika ingin mendobrak ia mengalami kegagalan.
Cerpen “Galeri Librari Nurseri” menampilkan kisah kehidupan orang tua yang bahagia dengan masa tuanya. Dari sini kita tergoda untuk gemas pada kehidupan kemanusiaan kita. Kenapa tidak semua bisa memiliki jalan hidup yang lurus-lurus seperti itu? Kenapa harus ada cerita sedih? Kenapa harus ada yang hidupnya dibayang-bayangi oleh was-was, ketegangan, dan pertikaian?
“Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar Desi Ratnasari?” dengan bahasa yang tidak langsung telah mengkritik fenomena lunturnya penghargaan keperempuanan. Para perempuan telah melucuti perhiasan yang secara sakral tersemat dalam dirinya dan melakukan desakralisasi. Tokoh “Anton” tak siap menerima kenyataan bahwa “Sri Lestari” yang dulu lugu itu kini terbiasa berciuman dengan lelaki.
“Kurban Sapi” membuat kita terhenyak dan tersadar bahwa seringkali justru orang-orang dari kalangan bawah atau miskin lebih memiliki keikhlashan dalam bekerja untuk kemanusiaan dan ghirah dalam menjalankan ajaran agama. Perihal orang miskin dan terpinggirkan ini, dalam konteks diskusi yang berbeda, juga muncul dalam “Puisi Guru dan Sekolah Laut” dan “Cerita Sendu dari Marangkayu”.
“Sepasang Sandal Tertinggal di Masjid Nan Dou Ya” sangat menarik. Beberapa hal menggelitik kita; tentang kesahajaan hidup, barang-barang mewah yang justru membelenggu pemiliknya, kejujuran manusia, serta keragaman budaya. Persoalan keragaman budaya juga sedikit tersinggung dalam “Pesan Rindu dari Kathmandu”. Cerpen ini juga menghadirkan tema romantik dan kita menjadi trenyuh menyaksikan ketegaran perempuan yang mengalami loneliness hidup sebagai janda di negeri orang. Dari luar dia tampak sebagai aktivis yang energik, tapi di sebalik itu adalah kesunyian dan getir.
Syair buat Ayah, merupakan Kumpulan dari cerita Pendek, Esei, Pantun dan Pidato..... Yang mana didalamnya dipersilahkan para pembaca untuk memberikan penafsirannya sendiri perihal apa yang dapat ditangkap dari deretan kata-kata yang tidak beraturan ini. Terasa sulit sekali saya untuk memilah golongan apa tulisan yang masuk ini. Pada ranah berbagai macam pemunculan karakter-karakter yang ingin saya ungkapkan. Saya memang agak kesulitan dengan memberi penekanan, bahwa cerita pendek pada masing-masing bab ingin memberi pesan tentang karakter religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab dan masih banyak karakter lainnya yang tidak dapat saya ungkapkan karena terlalu universalnya. Marilah semua ikut merenungkannya agar dapat semua diambil hikmah walaupun masih banyak kekurangan yang ada. Minimal saya sudah berusaha untuk menyumbangkan semaksimal mungkin gejolak pikiran saya dalam hal tulis menulis ini yang masih jauh dari sempurna.
Samarinda terus diguncang berbagai persoalan namun diskursus untuk menjadikan Kota Samarinda sebagai hunian bersama yang nyaman dan aman tak juga mengemuka. Pikiran, gagasan, harapan dan juga keinginan untuk menjadikan Samarinda semakin baik untuk semua berserak di mana-mana, tak terhubung sehingga tidak berkembang menjadi sebuah daya kekuatan untuk mendorong perubahan oleh dan untuk semua pihak. Semua tulisan tentang Samarinda ini dibingkai dalam “Kenduri Menulis Kreatif” dengan label “SAMARINDA UNDER ATTACK – SUA”.
Entah apa yang dipikirkan Kardi, ketika dia begitu tega menampar Andini anaknya yang baru berusia 8 tahun. Andini berlari menuju ibunya dengan memar kemerahan di pipi kirinya.
“Sakit, uhh uhhh ibu sakit”
“Kenapa kamu sayang, kamu jatuh?”
Isak masih terdengar walau begitu sendu, butiran air mata mengguyur pipi manis yang dihiasi rambut sebahu dan juga tentu luka memar yang meronah namun tak indah. Suaranya terbata-bata ketika ingin bicara. Ibunya menatap wajahnya dengan mata yang berbinar, tak tega malaikat kecilnya menangis begitu menyentuh, dipeluknya Andini dengan erat dan juga tetesan air mata yang mengikuti rintihan tangis anaknya.
***
Kardi bersimpuh di bawah kaki istrinya, dia menagis merengek lebih sendu dari tangisan Andini tadi.
“Mas meminta kekuatan dalam hidup, Allah memberika cobaan agar doa mas terkabul. Allah tidak akan memberikan cobaan yang tidak sanggup dipikul oleh hambanya mas”.
Lestari mengangkat badan Kardi mereka berpelukan dalam derai air mata, Andini mencoba memeluk kedua orang tuanya dengan tangan yang mungil serta rona merah yang kini begitu indah. Tamparan permersatu, ronah merah yang kini begitu indah ketika untaian kata dalam khubah dhuha menjelma.
Aku hanyalah seorang wanita yang tidak memiliki siapa-siapa dan
sudah difonis oleh dokter tidak akan hidup lama.
Aku hanyalah seorang wanita yang memiliki penyakit kanker darah.
Aku cinta kau Dzeko dan tentu aku cinta City gadis manisku.
Tuhan jaga cinta mereka.
Air mataku jatuh berlinang, terasa jutaan tombak menancap dalam hatiku setelah membacanya. Ternyata begitu berat hidupnya dan aku hanya menambah beban dalam hidupnya. Lalu tiba-tiba terdengar seseorang membuka kunci rumah. Aku tahu itu pasti dia tante, yang datang. Ketika pintu itu terbuka kulihat tubuh itu, tubuh yang penuh dengan beban, beban karenaku, tetapi tetap sangat mencintaiku. Kupeluk tante erat-erat, lalu kubisikan padanya.
Bismillah, aku bertekat untuk amalkan ilmuku, bahagiakan Umiku. Allah masih memberikan aku waktu untuk itu. Selama ini kukejar karomah di mana-mana, kucari orang-orang sholeh untuk tenangkan jiwa. Namun, kini tetanggaku, sahabatku saudaraku berdatangan menjengukku, mendoakanku, memberikan sebagian rejekinya bagiku dan mereka juga orang-orang sholeh.
“Kakak kuliah di sini?” tanyanya kemudian.
“He’em” kuanggukkan kepalaku. “Jadi orang kuliah enak gak Kak?” sesaat aku terpana mendengar pertanyaan Bayu. Bagiku kuliah itu pusing. Tugas yang terus menumpuk. Tetapi, tidak mungkin aku menjawab pertanyaan Bayu sejujur itu. Aku memutar otak mencari jawaban sekiranya Bayu mengerti. “Kuliah ya ada enaknya, ada juga tidak enaknya.”
“Gak enaknya apa Kak?” tanyanya penuh rasa ingin tahu.
“Ga enaknya ya kalau tugas lagi numpuk.” jawabku sekenanya. Bayu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Kalau kuliah mahal gak Kak bayarnya?”
“Ya sedikit mahal.”
“Kalau udah gede Bayu juga pengen kuliah. Tapi Emak gak punya uang. Kata Emak, kalau Bayu pengen kuliah, Bayu harus jadi anak pinter dulu. Kalau Bayu pinter kan Pak Presiden pasti mau bayarin kuliah Bayu. Kalau udah kuliah kan Bayu bisa jadi pilot. Bener gak Kak?” Rasanya aku seperti tersengat listrik dengan daya berjuta-juta watt mendengar celotehan Bayu. Aku bingung harus menjawab apa.
“Iya… Emak Bayu benar. Kalau Bayu mau kuliah dan jadi pilot, Bayu harus pinter dulu.”
“Tapi gimana mau pinter, tiap pulang sekolah Bayu harus cari rongsok. Habis magrib baru pulang. Kalau abis nyari rongsok Bayu capek. Bayu kan gak ada waktu belajar.” Ada rasa putus asa menyelimuti wajahnya.
Rasa nyeri mulai mengrogoti kakiku. Aku duduk tersimpuh memeluk erat kedua kakiku berharap rasa sakit ini menghilang. Bibir bawah kugigit begitu keras untuk menahan sakit. Namun, cacing-cacing di perut teriak seolah tak mau kalah dari gemuruh hujan dan gelegar halilintar. Kini kujatuh terbaring masih memeluk erat kedua kakiku, bunga mimpi merekah mungkin segar karena tersiram air hujan. Lalu terlintas bayang istri dan anakku. Bukan memanggil tapi seolah berteriak begitu senang melihatku menderita dalam sakit ini. Bayangan ketiga datang dengan muka yang garang, parasnya tak terlihat. Langkahnya begitu sunyi, ia tak berteriak seperti anak dan istriku tadi. Sepertinya bayangan ketiga ini sopan mungkin beradab jauh lebih beradab dari diriku. Dia semakin mendekati diriku tanpa suara, tapi, tapi dia membawa tombak yang begitu mengkilat dan “ahhhhhhhhhhhhhhhhhh”.
“Malam senantiasa memberiku makna akan artinya hidup. Malamku teruntuk malam-Mu, malamku untuk merenungi kisahku”. (Hilda Hilaliyah, M.Pd., Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia)
“Cerpen ini membuat saya sadar akan keajaiban-keajaiban di kala malam, malam senang, sedih, dan sendu kumpul meluap melontarkan kata-kata indah, sungguh malam-malammu menjadi saksi dan penuh arti”. (Azhari Ikhwati, S.Si., Aktivis dan Pengajar)
“Cerita yang dituangkan menjadikan malam tidak hitam tetapi penuh dengan perhiasan sesuai dengan judul cerpen ini Senandung Harapan Kunang-Kunang, dahsyat sekali jadi tidak sabar menunggu datangnya malam ini.” (Siti Muharomah, S.Pd., Pemerhati Sastra dan Guru Seni)
Antologi cerpen ini berisi beragam cerpen dari beragam genre. Ada sains fiction, romance, dan religi. Cerpen Pemulung Pesisir berisi tentang kehidupan bocah pemulung pesisir yang tragis dan pandangannya tentang kehidupan. Selain itu, di dalam antologi ini juga berisi cara menulis cerpen berbasis pertanyaan siswa. Jadi siswa bisa belajar menulis cerpen.
Katakan, dimana tempat paling nyaman selain berada dalam rumah ibu?!
Itu pertanyaan yang kerap kita acungkan ketika hidup sudah tidak lagi bersahabat. Disaat kita butuh tempat, kita butuh perlindungan bahkan kita butuh dekapan. Semua itu hanya ada pada ibu.
Keagungan ibu menjelma malaikat, serupa mendung yang dingin, kadang pun lembut ibarat embun yang hening. Semua itu semata-mata, karena ibu amat mahir mendamaikan, ibu tak pernah alpha berkata rindu, ibu juga yang kerap terlatih untuk sabar.
Rumah tanpa ibu selalu membikin hati tak menentu. Walau di dalamnya begitu bergelimang macam kekayaan, bertabur riuh tepuk-tangan, tapi cukuplah senyum ibu yang mewakili semuanya. Mampukah ibu hidup selamanya? Menemani dan mendatangkan rasa cinta?
Sekumpulan cerpen dalam buku Rumah Ibu ini menyuguhkan aroma keibuan yang gigil. Di dalamnya bertabur wajah ibu yang beraneka rupa tapi tetap menentramkan. Sungguh, dengan membaca buku ini, seolah kita dikenalkan kembali bahwa ibu, tetaplah perempuan agung yang dititipkan tuhan untuk kita.
Marina Wijaya, seorang artis senior yang telah malang-melintang selama setengah abad di dunia perfilman Indonesia. Kematiannya yang tiba-tiba meninggalkan kesedihan yang mendalam di hati keluarga dan penggemarnya.
Tapi tak semua orang merasa kehilangan. Tak semua orang mencintai si cantik Marina.
10 orang blogger, dalam 17 flashfiction, mengisahkan sosok Marina Wijaya dari berbagai sudut pandang, berusaha mengungkap sisi lain sang bintang.
Orang-orang terkekeh setelah melihat dirinya di cermin. Mereka tersenyum, memerhatikan dirinya, tersenyum lagi, lalu, mencatat sesuatu di buku. Semua orang berlaku demikian. Akan tetapi, tidak denganku. Aku tidak bercermin. Di kamarku tidak ada cermin. Ibu tak pernah mengizinkanku bercermin. (Cermin, karya Luklukul Maknun)
*
Sudah dua hari aku perang dingin sama Bunda menuntut pergantian nama. Aku dan Bunda sama-sama tidak mau mengalah.
“Katanya ada yang mau ganti nama, ya?” tiba-tiba Ayah sudah duduk di sampingku.
“Ayah tidak tahu, sih, bagaimana rasanya punya nama kampungan.”
“Dulu-dulu kamu tidak pernah protes.”
“Dulu-dulu enggak sadar. Sekarang sadar.”
“Hahaha…. Kamu tahu kenapa kamu diberi nama itu?”
Aku menggeleng. (Nama, karya Nachita)
*
Waktu selalu menghantar seseorang kepada orang lain. Waktu pula yang memperkenalkan Pelita dengan Mike, pemuda Australia yang datang ke Sumatra Barat untuk berlibur. Mereka terlibat percakapan yang seru tentang adat dan budaya Minangkabau. Alunan musik tradisional dan rentak penari yang sedang berlatih menjadikan sore itu terasa indah. Indah bagi seorang Pelita tatkala menyadari ada kharisma dari Mike yang membuat dirinya terpesona. (Pelita Nambun Suri, karya Ripo Mht)
*
Cermin, Nama, dan Pelita adalah 3 dari 25 cerpen yang terdapat dalam antologi pemenang Lomba Menulis Cerpen Bersama Uda Agus (#3). Beragam tema diangkat oleh penulisnya yang juga berasal dari latar belakang berbeda. Yang membuat antologi ini semakin menarik, 10 cerpen di dalamnya merupakan cerpen komedi yang siap mengocok perut setelah hanyut dibuai 15 naskah lainnya
Kumpulan cerpen (antologi) "Menuang Kisah, Meneguk Inspirasi" ini merupakan kumpulan 20 karya terbaik pilihan juri dalam lomba cipta cerpen Gebyar Kreasi Cerpen Tingkat Nasional Ke-2 (GKCTN 2) yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) tahun 2012. Bersiaplah untuk meneguk 20 cangkir kisah hangat, yang dituang dengan penuh semangat untuk menginspirasi. Inspiring! “Tema yang diurai dalam kumpulan cerpen ini beragam dan menarik. Para penu
Seperti halnya dawai dan kecapi, masing-masing mempunyai hidupnya sendiri, walau lagu yang dilantunkannya sama. Begitu juga dengan Bagas dan Dinda, waktu dan jarak bukanlah halangan bagi mereka. Bahkan hal itu menjadikan api yang membara, melebur batangan emas membuatnya menjadi sesuatu yang lebih berharga.
“Jurang pemisah yang besar antara aku dan kamu, akan tumbuh semakin lebar. Namun aku ingin membuat jembatan di antara jurang itu. Karena hal yang paling indah, adalah saat aku bertatap mata denganmu meski dari jauh, apakah kamu mau membantuku membuat jembatan itu?”
Email yang dikirim Bagas membuat Dinda bertanya-tanya, apa maksud dari kalimat-kalimat itu.
Lalu, apa yang selanjutnya terjadi para mereka.
Anda tidak hanya akan mendapatkan 20 cerita pendek didalam buku ini, tetapi juga 20 puisi pendek di dalamnya. Kumpulan cerita pendek dan puisi yang ditulis oleh dua orang yang berbeda profesi, tapi dengan tema yang sama. Yaitu tentang cinta yang penuh makna
Once upon a time, there was a lonely girls who was always sad. She did not have any friends and was always by herself. Her house was surrounded by woods, and this is where she would hang out and play. Her name is Paiven.
One day, when she was outside exploring the woods, she found the most amazing tree! It was so different looking, but really beautiful.
Every day, she would sit by the tree and talk to it like a friend.
One day, when she was sitting by her tree, she noticed something. It looked like a tiny doorknob. She reached up and turned the knob. A little door opened! Inside the three were a chairs, a table a sign that read, “Make a wish.” She wished for friends. But, nothing happened.
Girl and The Magic Tree adalah kumpulan cerita-cerita pendek yang jujur dan menyegarkan. Karya tangan mungil Shafira Salma Azzahra ini akan membawa kita kembali ke ruang imajinasi khas anak-anak, yang ternyata demikian kita rindukan, berapapun usia kita sekarang ini.
Aku mencoba menekan perut yang sudah mulai terasa sakit. Setelah itu kutekan stir mobil dengan kuatnya. Ku coba alihkan pikiran ke hal-hal lain dengan harapan tidak ingat dengan sakit perut ini.
Berangkat ke Bandara setelah shubuh, pesawat terbang 90 menit lagi, harus segera check in tiket dan harus segera sampai ke bandara kalau tidak mau ketinggalan pesawat. Tapi urusan perut tidak mau kompromi.
Aku langsung mengalihkan kendaraan masuk ke areal pom Bensin. Aku langsung ke Toilet. “Ampunnnnn, airnya mati”
Buku kumpulan cerpen ini berisikan 15 Cerita pendek diantaranya yang berjudul Mencari Toilet,diantara tulisan diselipkan Puisi-Puisi karya Fadly Rahman.