Kategori Kumpulan Puisi
Hidup adalah ziarah panjang bagi setiap insan. Ziarah itu pula menginspirasikan penulis untuk menuangkan sesuatu yang tak terbatasi aturan jumlah kata, kalimat, paragraf, bait, dan rima. Merajut makna hidup tanpa terbelenggu. Apa adanya. Memahat setiap kata dalam syair-syair sahaja. Tiada kata tak bermakna. Tiada cerita yang tak berguna. Setiap perjalanan tinggalkan jejak. Jika jejak langkah tidak terabadikan, jejak kata tidak akan terhapus jaman.
Jejak Kata mengungkapkan perjalanan, pengamatan, pergumulan bathin, dan endapan perasaan dari setiap langkah yang ditempuh dari seribu mil perjalanan sang pemilik. Jejak Kata tidak sekedar puisi memenuhi hasrat puitika, di balik puisi ada makna ziarah tersirat.
Kumpulan puisi ini memuat puisi-puisi yang tidak hanya merefleksikan pergulatan batin penyairnya secara individual, namun juga menyuarakan nurani seorang perempuan Kalimantan yang harus menghadapi kenyataan pahit berupa kerusakan dan pengrusakan ekologis yang akut di bumi tempatnya berpijak. Di sisi lain, sebagai insan yang daif, ia juga mengungkapkan kepasrahan kepada Sang Khalik atas semua peristiwa yang terjadi pada dirinya yang ia anggap sebagai guru kehidupannya.
Buku ini dibuka dengan potongan cerita dari novel yang sedang saya kerjakan, lalu dilanjutkan dengan kumpulan puisi saya yang bercerita tentang; cinta, perjalanan, amarah, dendam, permenungan, dan ke-Tuhan-an. Buku ini ditutup dengan sebuah kisah nyata yang pernah dialami oleh teman saya ketika dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Senja Pukul Lima adalah sebuah antologi perjalanan selama sehari lebih untuk mendalami rasa. Mulai dari pagi hingga hari berakhir dan subuh menjelang. "Setiap orang mempunyai cara sendiri untuk berkontempelasi, puisi bisa menjadi pilihan untuk mengguratkan isi hati menjadi gerakan pena. Dendy melakukan hal ini demi kepuasan diri, kepuasan menceritakan suasana hati di atas kertas. Kepuasan itu tak bisa dibayar dengan apa pun. Puisi yang menarik dari remaja yang beranjak dewasa."
(Nurwahyu Alamsy
Kepada Tu Fu
Pada segunung nasi aku menjumpai Tu Fu,
Mengenakan topi bambu di terik siang bolong;
Coba katakan, mengapa kau menjadi begitu kurus?
Apakah kau menderita karena puisi?
"Kabita ku sajak Inda nu ngaguluyur lir nu keur monolog. Abong kasangna tina teater ongkoh, ngaekspresikeun gagasan dina wangun sajak teh mani lancar. Salian ti monolog, Inda ge dialog. Inda dialog jeung 'nu karasa najan teu katara' bari mertelakeun ‘nu katampa najan tan karampa'. Monolog jeung dialog Inda mangrupa retorika cinta, ieu nu jadi kapunjulan dina sajak-sajakna.
Nyaritakeun cinta, tangtu jembar pisan. Retorika Inda ge motret eta, monolog batin antara hubungan dirina jeung
Ku membaca matamu. Rentangan waktu bergulir mengiringi penantianmu merinduku. Aku menghilang, melenyapkan kisah yang tanpa sebab ingin kumusnahkan dan aku tak mampu. Lelaki yang kau nanti itu mencoba melupakanmu sejenak, tapi matamu menyimpan namaku. Pada tatapan pertama dulu kau coba menanam rindu di mataku. Aku seolah tak mengetahui adamu. Sebab hatiku pernah menyendiri dan kau hadir di saat hatiku membeku
Ku berlari
Mengurung sepi
Melenyapkan mimpi
Membungkamkan hati
Sembunyi introspeksi diri
Begitulah kehidupan bagai sebuah gerak tari. Berbicara dengan kata tubuh,
dirangkai dengan kalimat rentak dan gemulai, dialun dengan tetabuhan,
musik, serta dendang-dendang syair saling menyemangati.
Lewat ungkapan kata-kata, Iberamsyah Barbary menuangkannya ke dalam puisi:
Tarian di antara langit
Membungkus gelap dengan romansa
Tarian di antara bumi
Membungkus keindahan dengan keasyikan
Begitulah perjalanan anak manusia, dialun gelombang rasa, tumbuh berbunga, seindah menebar wangi dan peson
Sebuah pertemuan terakhir
Puisi-puisi dalam kumpulan ini mengungkapkan persoalan yang cenderung psikologis, perasaan-perasaan personal individu, renungan-renungan religius dan filosofis, terutama yang berkaitan dengan masa-masa dalam menjalani pertarungan hidup. Beliung tentu mengacu pada angin yang membentuk diri menjadi semacam lingkaran yang terus berputar dengan kekuatan yang sangat besar, yang bisa menumbangkan pohon-pohon, mengambrukkan rumah, dan bahkan menerbangkan benda-benda yang relatif berat ke udara. Seperti halnya ujung nyala, ujung gelap, dan ujung jalan, ujung beliung menjadi kekuatan yang dapat membuat manusia tidak berdaya, tak lagi mampu berkata, yang membuat kalimat tersandera, dan membuat perpisahan terjadi.
Pelaut, anak kapal, sering dipandang sebagai makhluk kasar yang akrab dengan miras dan kehidupan remang-remang, jauh dari kecerdasan intelektual apalagi spiritual. Mengeneralisasi suatu keadaan tentu saja tidaklah tepat. Pada kenyataannya masih ada pelaut yang mampu menjaga kesehatan akal dan hatinya sehingga dapat memandang sisi-sisi kehidupan dengan lebih jernih.
Kehadiran buku ini setidaknya meluruskan, bahwa kerja kreatif olah rasa dan fikiran yang mengandung nilai-nilai keluhuran sesungguhnya bisa muncul dimana saja oleh siapa saja, tanpa memandang apa kesehariannya.
apa yang kita miliki tak membuat kita berbeda
apa yang kita berikan itulah soalnya
berbedalah
tapi jangan berhenti belajar
kegaduhan terjadi dimana-mana
sebab orang sudah merasa pintar --Refleksi
ketika amanat diabaikan
harta benda menjadi murah
kedudukan menjadi rendah --Tahanan
Hati nurani, persaudaraan dimana-mana sama
Nafsu kekuasaan membuatnya berbeda --Empat Tentara Pulang Patroli
rumahku ladangku
danau yang jernih dan tenang
mengundang angsa-angsa
berenang, menghirup kesegaran
cahaya keheningan --Rumahku Ladangku
Kumpulan puisi-puisi perjalanan Kris Budiman selama tiga tahun terakhir mengunjungi berbagai candi, vihara, masjid-masjid kuno, dan situs-situs bersejarah lainnya.
Merpati terlihat cantik dan indah saat berterbangan mengangkasa, mengepakkan sayapnya mengelilingi hamparan bumi. Lalu bagaimana jika salah satu sayap dari merpati itu terluka? Apakah ia tetap bisa terbang? Mungkin bisa hanya dengan menahan kesakitan tapi bagaimanapun keadaannya, seekor burung tetaplah akan lebih nyaman jika ia terus terbang meski hujan dan panas menggodanya.
Buku ini menceritakan sepotong kisah yang diukir oleh seseorang yang merasa kasih sayang Allah tidak pernah terhenti unt
"Cinta tidak pernah mati. Ia berubah jadi puisi..."
Buku ini adalah perayaan cinta. Cinta yang lahir tiga puluh sembilan tahun yang lalu. Cinta yang hidup dan menghidupkan selama kurun waktu itu. Dan, cinta yang masih akan terus bertahan sampai kekekalan menjemputnya. Puisi-puisi dalam buku ini ingin merayakan kekuatan dan keindahan cinta.
Setiap lembarnya memaksa saya untuk bercermin atas setiap laku diri. Melalui puisi, Alfa berusaha memahamkan kita betapa banyak kesederhanaan dalam hidup yang amat sering kita abaikan: jelas terlihat namun lebih sering tak tampak. Dengan apik, untaian bait terangkai sebagai pengingat atas setiap khilaf dan lupa. Betapa kita sangat membutuhkan karya yang melembutkan hati serupa buku ini. Untuk Alfa, terima kasih atas ‘alarm’ yang begitu baik ini.
~~Hana Hameed – Bogor Penulis
Tiap sampai di akh
Bentuk (tipografi) yang saya buat, bukan semata-mata untuk mempercantik tampilan, bukan sekadar untuk menarik perhatian; tapi lebih dari itu, bentuk-bentuk tersebut merupakan simbol-simbol yang saya tampakkan wujudnya; yaitu simbol-simbol yang selama ini hanya bersembunyi di belakang diksi. Dengan kehadirannya yang secara visual di hadapan sidang pembaca, saya harapkan simbol-simbol tersebut akan mampu memberikan kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih besar.
Yang berlaku selama ini, untuk memahami maksud sebuah puisi, pembaca diwajibkan membaca dulu puisi yang dimaksud; baru kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya. Hal tersebut tidak berlaku ketika mereka berhadapan dengan Puisi 2 Dimensi saya. Pembaca tidak wajib membaca teks puisi saya; sebab selain dengan metode lama seperti tersebut di atas, dengan menghadirkan kumpulan Puisi 2 Dimensi ini, saya sekaligus memperkenalkan metode baru dalam memahami puisi, tentu saja hanya berlaku khusus untuk Puisi 2 Dimensi seperti dalam kumpulan ini; yaitu dengan memahami atau menafsirkan bentuk, sebagaimana ketika kita dihadapkan pada karya berupa lukisan. Ya, bentuk-bentuk tersebut adalah tipografi yang berbicara.
Desa Rangkat yang sudah dikenal di Kompasiana sebagai komunitas para kompasianer yang bergabung di Facebook, telah berulang tahun yang pertama pada tanggal 20 Oktober 2011 yang lalu. Pada momen yang sangat baik ini para Rangkater (sebutan akrab warga Desa Rangkat) telah mengadakan acara Syukuran Ulang Tahun Desa Rangkat tersebut pada tanggal 22 Oktober 2011 di Villa Lacitra, Kota Bunga 2, Cipanas, Jawa Barat.
Puisi adalah terapi jiwa bagi penulis maupun pembacanya. Pada puisi kita diajak untuk dapat mengekspresikan berbagai emosi dengan cara yang lebih indah. Kemarahan bahkan makian,kesedihan ataupun kebahagiaan, cinta atau benci, semua berhak diutarakan dengan cara yang semestinya dan inilah yang menghasilkan terapi bagi jiwa.
Aku akan pergi satu hari nanti
Untuk sebuah harga diri
Dan orang-orang tak berhati
Semoga bisa membuatmu berpuas hati
Mereka menyebutku bukan wanita sholeha
Dan aku tak punya niat untuk mengubahnya
Tak ada bekalku untuk sampai kesana
Sedekahku takseperti mereka
Hanya senyum yang bisa kubagi
Tak ada asap kalau tak ada api, ya ya ya
Dan aku si api jadi pemeran utama, tak apa
Lalu kau sibuk mengutarakannya ke seluruh dunia
Tapi kau lalai menyebut dirimu sebagai pembakarnya
Bahkan ingin disebut pahlawan karenanya
Punya sahabat itu menyenangkan, bunda
Punya sahabat itu sangat menyenangkan, ananda
Apapun yang akan kau lewati bersama mereka
Semoga kau kuat menghadapinya
Kupu-kupu ungu
Kepakkan sayap rapuh repih
Dari hiruk-pikuk dunia ia tersisih
hidup tertatih dalam langkah-langkah setapak penuh belukar
hujan caci, derai maki, lemparan cerca, cibiran kasar
melebamkan jiwa menggelepar dalam jerat keputusasaan
kupu-kupu ungu terbang rendah
namun enggan singgah
pada tempat asing yang melambai rayu
menyuguh raut wajah keramah-tamahan
sesungguhnya, makin ramah senyumnya
makinlah busuk hatinya
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan 30 puisi dan 7 esai yang dikompilasi secara apik dalam Antologi Puisi dan Esai yang bertajuk Ode untuk Dua Pendekar. Berbagai macam hal dan peristiwa kehidupan disajikan secara menarik dalam buku ini. Dirangkum dalam bahasa yang mudah dicerna oleh orang awam sekalipun.
Anda dapat menikmati puisi yang terkait dengan tokoh masyarakat yang patut dijadikan suri teladan dalam etos kerja dan kejujuran, aspirasi tentang sosok pemimpin yang menjadi dambaan masyarakat, tentang jasa dan
Sementara, esainya menyajikan masalah pendidikan di pengorbanan ibu, tentang cinta, penderitaan, bencana alam, dan lain sebagainya.Indonesia yang sangat kompleks, ide kreatif memajukan bangsa, presiden idaman, dan politik uang yang sudah berlangsung sejak dahulu sampai sekarang.
Semuanya dituturkan dalam bahasa yang mengalir dengan lancar dan enak untuk dikunyah oleh para pelajar, mahasiswa, karyawan, ibu rumah tangga, dan kaum awam.
Nah, tunggu apa lagi? Dapatkan buku Ode untuk Dua Pendekar sekarang juga!