Kategori Kumpulan Puisi
Sore dalam alunan
Ketika sore yang melantun
Aku mendengar tulisanmu yang berkata kamu rindu aku
Teluk didepanku bersorak
Soreku berubah
Air laut bergulung tenang
Menari dengan pasir yang selalu menyambutnya
Burung camar bermain dengan Matahari
Yang dalam kantuknya mencoba terjaga
Dan angin,
Angin bernyanyi mengikuti elokmu
Tidakkah kau rasakan sayang bahwa mereka menggodaku
Mereka mungkin mencibir kegundahanku
Kota ini hanya melantun manja ketika aku ingin bertemu denganmu
Namun jika aku pulang, entah kapanpun itu
Atas nama rindu
Sore in akan kuberikan untuk kamu
Akan kusenandungkan, aku berjanji
Ketapang, 6 Desember 2014
Bang, ini adalah rangkaian cerita kesunyian, kesepian, kehampaan, dan keraguan seorang wanita yang telah membiru menjadi kerajaan pelangi, bersinar Ilahi....ketika kita terpisah dengan tibatiba
aku lebih suka memberitahumu,
lewat kata-kata yang mungkin tak bisa kau terjemahkan
bagiku,
itulah kalimat perasaan
dentingnya mungkin tak akan kau dengar
namun sayup bahasaku,
dapatkah kau rasakan?
~Nonik Sastrowihardjo~
Menyesakkan! Ketika kita miliki perasaan cinta namun tak mampu menyampaikannya. Hanya dipendam dan tidak tahu yang harus dilakukan. Menangis? Hanya membuat perasaan itu nyata. Marah? Siapa yang harus disalahkan? Bisakah marah mengurangi perasaan yang ada? Pernah mengalaminya? atau sedang mengalaminya? Jangan membaca buku ini, karena akan membuatmu menangis bersamanya.
Antologi Puisi UNDECLARED LOVE ini berisi 50 puisi cinta yang tak tersampaikan. Ditulis oleh 37 pemenang event Menulis Puisi Undeclared Love yang diselenggarapan oleh LeutikaPrio dalam rangka ulang tahun yang ke 3. Puisi Nonik Sastrowihardjo di atas hanyalah cuplikan dari salah satu puisi dalam buku ini. Masih banyak puisi cinta tak tersampaikan yang akan membuatmu mengenang perasaan itu, atau membuat perasaanmu kembali nyata.
Sepertiapakahrupakerinduan yang menolakpertemuan?
Sepertiapakahrupacintapadakekasih yang takpernahdiinginkan?
Apakahiaselayakkehidupan yang mengingkariadanyakematian?
Kerinduansepertiapakah yang dapatkugambaruntukmenarikgaris-garis agar sampaipada-Mu?
Kerinduandalamkecemasanku ;
apakahEngkauakanmemalingkanWajah-Mu?
Kata-kata memang sejatinya lebih tajam dari belati, bisa menghunjam ke dalam jantung hatimu. Itu tergambar jelas ketika kita membaca buku kumpulan puisi ini. Kolaborasi apik siswa dan guru dalam buku ini begitu tepat menggambarkan situasi hati para tokoh dalam novel Bumi Manusia, membawa pembaca terbang dalam visualisasi khayal yang tak terbatas ruang dan waktu. Maju terus sastra Indonesia! (Silva Basuki-Ibu, Pengajar, Praktisi Kehumasan).
Ungkapan dan bahasa yang digunakan dalam puisi di bukua
Pebaca terhormat, tak ada kata lain yang lain kecuali terima kasihku atas apresiasi pembaca yang sudi membaca puisi-puisi dalam antologi yang di beri nama Si Bung ini.
Sebuah inspirasi dari inspirator kita Dr. H Akhmad Soekarno, seorang pemimpin besar Revolusi, Proklamator RI ini dan juga seorang seniman sejati. Dari profilnya memberikan inspirasi syair-syair yang kami kumpulkan dalam sepuluh tahun.
Sajian khusus bagi pembaca budiman, untuk dinikmati sebagai seni.
Salam sejahtera
Rg. Bagus Warsono
Aksara – aksara jiwa sahabat kembara merupakan kumpulan puisi yang tertuang dari tinta aksara kembara dalam bait – bait syair puisi ungkapan jiwa, rangkaian bait pusi aksara – aksara jiwa perjalanan Sang kembara miniti langkah dalam pencarian diri, deru langkah pencarian titik destinasi Illahi, pengembaraan jiwa dilangkah cinta kembara jiwa. Dimana ungkapan cinta, rasa rindu,wujud rasa syukur, kegelisahan jiwa, keprihatinan terhadap kondisi alam yang tergerus oleh tirani, imprialis coorporasi abad ini, ungkapan - ungkapan jiwa yang teruntai dalam bait – bait aksara jiwa tentang perjalanan sang ufuk berpadu sang embun – embun penyejuk jiwa kembara jiwa, indah pelita cahya karunia Sang Khaliq, diantara rona indahnya jingga senja menyatu gerbang – gerbang malam diantara destinasi karang jiwa, diantara setapak cadas perjalanan bertatakan kerikil – kerikil debu dunia, rona malam berselimut kabut asa diantara cahya purnama jiwa dikedipan pelita bintang jiwa dalam lukisan kalam langit yang jabarkan indahnya Karunia cinta Sang khaliq bagi jiwa – jiwa insan yang mensyukuri karunia-NYA meski langkah berada diantara kerikil – kerikil tajam dunia, cadas kehidupan, terjal tebing destinasi pengembaraan, diantara deruan sang bayu ditarian safana jiwa, hempasan badai diantara layaran jiwa saat langkah terus berjalan bersiap diri menuju destinasi akhir damai kehariban Sang Khaliq saat jiwa –jiwa dipangil menghadap pada Sang Pemilik Alam Semesta.
Aku duduk dengan santai
Menunggu apa yang kusukai
Menikmati sesuatu yang menenangkan hati
Pemberian ilahi yang tak tertandingi
____________________________________
Bunda,apakah aku lelap dalam dekapmu tadi ?
Aku menyusahkanmu bukan?
Aku masih asyik berceloteh,kau tersenyum padaku
Semakin kau berikan dekapan sayangmu
Kau berikanku energi,aku semakin asyik berceloteh
Kumpulan puisi renungan dan motivasi, yang ketika Anda membacanya maka seolah jiwa Andalah yang mengeluarkan bait demi bait katanya… dari serambi yang telah tercipta untuk terwujudkan!
Sajakku mewujud dari mata air
Air matamu yang berharap
Sajakku merangkak dari peluh keringatmu yang bermunajat
Berdiri dari nasihat betuah yang berkelebat
Sajakku adalah motivasi yang berpendar ke segala penjuru
Nadi dan sendi perjuangan cita dan cintaku
Kutiriskan semua duka agar kumampu bercerita suka
Kusaring semua beban
Agar kumampu berkisah masa depan
…
(Air Mata Bunda)
Antologi puisi Kado untuk Belahan Jiwaku ini merupakan ”gado-gado” yang diracik dari berbagai ragam peristiwa dan dibumbui dengan kelincahan dalam pengaturan alur cerita, penggunaan diksi yang tepat, dan rima yang mengalun indah dalam indra pendengaran. Semuanya terangkai dalam 70 puisi dengan beragam tema.
Puisi adalah ziarah batin. Itu sangat terasa dalam buku ini. Membaca puisi-puisinya yang terangkum dalam “Senandung Hati Tarian Jiwa”, serasa menatap mozaik-mozaik pribadi penulis yang religius, cinta tanah leluhur, tulus hormat pada orangtua, suami dan ayah yang penuh sayang pada keluarga, dan santun. Seperti pribadinya, puisi-puisinya tidak bergelora, kadang sederhana, tapi terasa jujur adanya. Dan karena itu, mudah menikmati panorama imajinasi puitisnya. (Nestor Rico Tambunan, Jurnalis, Pengarang ratusan cerpen dan belasan novel, Penulis scenario Sinetron dan Film)
Selalu mengesankan membaca sajak-sajak goresan dalam buku ini. Terutama karena makna yang disisipkan mengajak pembaca turut memikirkan dan menelisik pikiran-pikiran dan perenungan yang mengkristal menjadi larik-larik kata yang memikat. Dididik di lingkungan seminari dan ajaran Katolik yang kental, dan sbg staf lembaga humanitarian sekian lama, telah berperan banyak membentuk pola pikir, sikap, dan pemaknaan hidup, esensi kehidupan. Menulis dengan jujur, sublim, itulah unsur penambah kekuatan sajak-sajaknya. Menyenangkan membaca sajak-sajaknya, sebab di tengah minimnya minat menuliskan permenungan kehidupan dan pemaknaan atas pengalaman keseharian, Portunatas sedia melakukan dan membagikannya. Jangan berhenti dan terus menghidupkan kreativitasnya yang merupakan karunia tak ternilai dari ilahi, meskipun sama-sama kita tahu, dia melangkah di jalan yang sepi. (Suhunan Situmorang, penikmat sastra-budaya, praktisi hukum korporasi, penulis novel Sordam, cerpen dan esai-esai bertema sosio-kultural etnis Batak).-
Pada tanggal 02 dan 03 Juli 2011 yang lalu, ‘Desa Rangkat’, sebuah komunitas para penulis Kompasiana, telah melaksanakan kopdar pertamanya di Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro Bantul. DI Yogyakarta (di tempat kediaman sesepuh ‘Desa Rangkat’, Bapak E. Astokodatu).
‘Desa Rangkat’ adalah wadah komunitas warga Kompasiana dalam menuangkan segala ide dan imajinasi kreatif akan sebuah desa yang tumbuh kembang bersama rasa Toleransi, Kesamaan, Persaudaraan dan Persahabatan juga rasa Kekeluargaan yang dijunjung tinggi.
‘Desa Rangkat’ merupakan desa yang dibangun dan dibesarkan melalui hati dan rasa dengan prinsip Diskusi Elok Sarat Asah-asih-asuh dalam meRANGkai KATa.
Pertemuan ‘Desa Rangkat’ telah dihadiri oleh dua puluh sembilan warga dari berbagai daerah antara lain dari Jakarta, Depok, Bekasi, Bandung, Semarang, Klaten, Temanggung, Situbondo, Jember, Surabaya, Palembang, Makassar, Gorontalo, Menado dan tuan rumah DI Yogyakarta.
Mengingatkan kita pada semboyan : “A Happiness is When We Make Somebody Else Happy” (Kebahagiaan hakiki adalah pada saat kita mampu membuat orang lain berbahagia). Semboyan tersebut sarat makna filosofis, yang belum tentu dapat dicerna dengan modal kecerdasan saja. Perlu kebersihan hati dan kepekaan rasa, agar kita bisa berbagi dengan sesama.
Maka terbangunglah Desa Rangkat yang awalnya adalah kumpulan RANGkaian KATa, berupa puisi. Kemudian setelah Mommy mengangkatku menjadi Kepala Desa, sekaligus suami dalam setting Desa Rangkat, maka kuusulkan agar Desa Rangkat dijadikan akronim dari Diskusi Elok Sarat Asah-asih-asuh dalam meRANGkai KATa di komp
Puisi dalam buku ini merupakan karya pelajar Pangkep yang tergabung dalam Komite Komunitas Pelajar Pangkep (KPLP). Mereka bertemu di tahun 2011 dan sepakat membentuk komunitas, dalam perjalanannya kemudian, pelajar-pelajar ini hendak membuktikan sesuatu sebelum seragam putih abu-abu ditanggalkan.
Ada 15 pelajar dari 5 sekolah menengah atas (SMU) dalam proyek ini. Dan, 54 judul puisi telah lahir, jika disatukan, maka akan terkumpul 5.577 kata. Inilah yang hendak mereka buktikan, sebuah buku kumpulan puisi pertama dari pelajar Pangkep
Sejatinya, buku ini sudah terbit sejak 2012 silam. Tahun ketika 15 pelajar itu masih mengenakan seragam putih abu-abu. Hanya saja, ada beberapa hal yang memungkinkannya tertunda, banyak sekali, sehingga tak perlu disebutkan satu-satu di sini.
Setelah buku ini terbit, 6 dari 15 pelajar penyair itu telah menyelesaikan studinya. Mereka adalah: Arfina Purnama Effendi (SMU Negeri 1 Pangkajene),
Raniansyah Rahman (SMA Negeri 2 Pangkajene) Syarifa Nisrinah, Uswatun Hasanah (Pesantren IMMIM Putri Minasatene), Deliama HR dan Fajar Latif (Madrasah Aliya Negeri Pangkep). Tapi, mereka tetaplah bagian dari generasi pelajar Pangkep yang hendak membuktikan sesuatu itu, sesuatu yang tak biasa di kalangan pelajar. Menerbitkan buku.
Akhirnya, selamat mengeja 54 judul puisi dari 15 pelajar dari 5 sekolah yang telah bersatu mengumpulkan 5.577 kata. Mungkin inilah suara pelajar itu.
Kumpulan puisi dan prosa yang menjadi pintu gerbang menuju harmonisasi rasa dan masa lalu. Apa arti kita tanpa sastra Indonesia?
R ikhsan Saepul Mukhsin (Anggota Ranggon Sastra)
“Saya berkomentar sebagai penggiat puisi saja. Bukan ahli! Saya lebih senang menyebut ini sebagai bentuk puisi lama secara struktur, puisi baru secara tema dan diksi. Kumpulan ‘caci-maki’ akan ketidakadilan seolah dikumandangkan disini. Semoga setelah ini diterbitkan kita lebih bijak dalam menyikapi persoalan hidup”.
Manah (Pengemis Cibubur)
“Ya begini memang adanya, kami tidak memiliki kemampuan untuk bekerja. Sisi kemanusiaan yang kami ketuk untuk menyambung hidup. Hati tidak ingin tapi perutkan tidak bisa kompromi’.
Ayyatu Shifa Hasib (Alumni Ponpes Darul Ulum Lido, Sukabumi)
“Membaca tiap syair yang ada seolah bernostalgia pada sholawat yang sering saya dendangkan di Pesantren dulu. Sangat luar biasa semua akhir kalimat dapat disamakan rimanya”.
Ada yang suka dalam cinta yang buta, ada yang luka dalam rindu yang cuka. ~ @fajar_arcana
Hujan tak datang-datang. Padahal aku sudah rindu caramu menarikku menari di bawah rintiknya. ~ @Zeventina
Seperti tungku tanpa api, aku merindumu dalam sendiri. Remuk aku ditikam-tikam sepi. ~ @semut_nungging
“Dengan antologi puisi Sajak Talibun Bertirai Nusantara ini, mahasiswa membuktikan masih memiliki jiwa nasionalisme dengan cara yang berbeda. Indahnya kata dalam sajak talibun ini memiliki pesona akan harapan masa depan bangsa.” ( Farahdina Intan Dosen PKn )
“Menyindir dengan tulisan terukir, mengkritik dengan kata yang mengelitik. Sebuah bacaan tentang harapan masa depan, membuat siapa saja manggut-manggut saat mebaca tiap bait sajak.” ( Eko Yulianto Dosen Bahasa )
“Kata-katanya berbaris rapi, makna yang terkandungpun tertata sehingga mudah dicerna, bahkan oleh saya yang tidak mengerti sastra. Hidup Nusantara.” ( Liza Antika Dewi Anggota Paskibra )
“Membaca puisi ini membuat saya termenung, tersenyum, dan terkagum hingga lidah ini tidak bisa terucap meskipun ingin menyampaikan sesuatu.” (Hana Nurfiana, penemu cahaya di ujung lorong cinta)
“Seperti membuka cangkang kerang. Banyak benih mutiara yang siap dijadikan perhiasan, sungguh menakjubkan kreativitas mahasiswa Unindra.” (Siti Muharomah, Dosen Bahasa dan Guru Seni)
“Ketiadaan yang membuat ada. Hebaat, tidak memiliki ‘tema’ malah melahirkan ‘tema’ itu sendiri. Antologi puisi dengan beraneka judul “Dunia dalam Puisi”, membuatnya tidak dapat diduga apa yang akan dihadirkan penulis selanjutnya, beda lembar beda kehidupan. Itulah ‘dunia’”. (Yulia Agustin, M.Pd., Dosen Bahasa)
“Saya bosan dengan dunia dalam berita, namun jika beritanya disampaikan dalam bentuk puisi sungguh indah terasa. Buku ini menginspirasi untuk membuat program televisi berita dalam puisi. Mengaggumkan.” (Libert Sumirat, Pemerhati Televisi)
“Yang dihadirkan tidak melulu tentang cinta, tapi ditulis dengan rasa cinta. Hidup mahasiswa terus berkarya.” (Nur Ummiati, Redaktur Majalah Sutera)