Kategori Kumpulan Artikel
Sebuah perjalanan yang sangat inspiratif, ketika bahkan sampai sekarang aku masih belum mempercayai betapa aku bisa berada disana dan mengalami kejadian-kejadian déjà vu yang aku ingat dalam benakku tentang film di
sebuah negara berfaham sosialis komunis.
Betapa hebat nya Tuhan ku, memberikan kesempatan untukku untuk mengalami semuanya walau hanya dalam bayang-bayang serta terlibat dengan seorang sahabat yang bisa menceritakan tentang kehidupan sosial di Tashkent, dan bagaimana warga disana sekarang …..
Lebih jauhnya lagi,
Bagaimana aku bisa berjalan keliling Tashkent dan blusukan ke gang-gang perkotaan dan melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa kehidupan warga lokal ibukota Tashkent dari kalangan atas sampai kalangan bawah.
Semuanya memang karena Zoyir yang bisa membawaku ke tempat-tempat seperti itu serta aku memang ingin sekali untuk mengeksplore sedemikian untuk sebuah buku yang penuh makna dan inspirasi …..
Kehidupan di Uzbekistan di buku pertama ini,sudah kuselesaikan tetapi ini hanya sebagian kecil saja.
Baru beberapa hari saja aku berada disana sejak turun dari pesawat Uzbekistan Airways dan bermalam 1 hari di Tashkent dan menuju ke Samarkad, kota pertama yang kami kunjungi.
Kehidupan di Samarkand sebagai wisatawan asing dengan awal musim semi tetapi bergulung dengan salju tebal, membuat aku luluh dan jatuh cinta kepada negeri cantik ini.
Dengan salju tebal yang menutupi Samarkand dan Registan Square, membuat aku mampu menciptakan berbagai puisi-puisi ala aku, untuk mengekspresikan rasa hatiku …..
Dan terakhir sebagai penutup, ketika aku mengamati kehidupan warga kota serta kepeduliannya, buku pertama tentang Uzbekistan ini kututup dengan perenunganku tentang negeri cantik ini.
Lanjut buku ke-2 tentang Uzbekistan, akan segera terbit juga …..
Cerita Singapore, sebuah negeri mungil tetangga negara
tercinta kita, masih berlanjut. Pembuktianku tentang
banyak hal tentang Singapore, benar-benar masih berlanjut. Aku
keliling ke Singapore, sudah belasan kali dan itu benar-benar
ingin aku buktikan, bahwa negeri mungil Singapore ini, mampu
membangun negaranya sebagai “tempat tinggal” yang nyaman
dan aman bagi warganya.
Ketika mereka bisa, walau negara kita jauh lebih besar dari
Singapore dengan berbagai masalah heterogen yang tidak bisa
disamakan dengan Singapore, aku yakin sekali, setidaknya negara
kita bisa mengikuti cara mereka untuk membangun negaranya,
lebih nyaman bagi warganya.
Aksesibilitas dan fasilitas-fasilitas bagi warga Singapore,
benar-benar diperhatikan supaya pemerintah bukan hanya
meminta melakukan kewajiban-kewajiban mereka, tetapi juga
pemerintah memenuhi kebutuhan sesuai dengan masingmasing keterbatasannya. Singapore, adalah salah satu yang bisa
memberikan contoh untuk negara kita, dan cukup mudah untuk
membuktikannya karena hanya 1½ jam terbang. Dan, itu akan
terus aku buktikan dan kutuliskan bahwa negara kita pun mampu
untuk membangunnya, untuk kita semua.
Aaaah….
Tugasku sebagai orang tua dari Michelle hampir selesai.
Ketika dia diwisuda S-1-nya di Universitas Meikai, aku sangat
lega dan air mataku tidak berhenti mengalir. Betapa berat
perjuanganku untuknya, Ketika aku sebagai mamanya yang
terbatas dan sendirian membesarkan kedua anak-anakku tanpa
biaya sedikit pun dari mantan suamiku, berjuang untuk kedua
anakku berhasil lulus sarjana dengan gemilang.
Khusus teruntuk Michelle yang ngotot untuk bisa kuliah,
bekerja, dan tinggal di Jepang, itu sungguh perjuanganku yang
luar biasa. Bukan karena biayanya, karena Michelle berjuang
dengan beasiswa dan pekerjaan-pekerjaannya di 3 tempat,
tetapi bagaimana aku bisa mengendalikan rasa kangenku untuk
memeluk Michelle yang tinggal di Jepang.
Tetapi, akhirnya Berkat Tuhan yang luar biasa membawa
Michelle terbang tinggi untuk menggapai impiannya, dan juga
membawaku untuk lebih dan semakin berserah, menyerahkan
hidup Michelle ke dalam Tangan Tuhan, senantiasa untuk masa
depannya yang gilang gemilang.
Mencoba menjadi seperti “tidak terjadi apa-apa” untuk disabilitas
baru karena terserang stroke atau kecelakaan, itu tidak mudah.
Apalagi, mencoba melupakannya.
Bagaimana kalau kita belajar menerima diri kita dengan keadaan
apa pun itu sehingga hari kita lebih damai dan justru belajar
dengan kondisi kita yang sudah berbeda?
Itulah yang aku lakukan, ketika aku langsung menerima diriku
dengan lumpuh tubuh kananku, yang benar-benar berbeda 180
derajat dan aku belajar dengan baik serta nikmat dalam berkat dari
Tuhan, untuk bisa melakukan hal-hal yang aku ingin lakukan,
walau tidak mudah.
Traveling keliling dunia merupakan hobiku dan bagaimana aku
tetap bisa melakukan hobiku ini, walau sekarang berada di atas
kursi roda ajaibku.
Nikmatilah apa yang kita punya,
Bersyukurlah apa yang Tuhan berikan,
Dan, berserahlah kepada apa yang Tuhan rencanakan untuk
hidup kita,
Sehingga, kita akan terus berbahagia, karena Tuhan bekerja
terus untuk kita..
Cerita tentang Osaka dan Nagoya, merupakan cerita
pengalamanku sendiri ketika pada akhirnya aku bisa terbang
lagi ke Jepang, setelah 3 tahun pandemi. Maret 2023 ini adalah
penerbanganku pertama lagi untuk menghadiri 2 undangan, yaitu
wisuda anakku Michelle yang lulus S-1 di Universitas Meimai di
Chiba dan undangan dari Profesor Pitoyo Hartono, ke Universitas
Chukyo di Nagoya.
Dan, karena ini adalah undangan, aku memang banyak bercerita
tentang perjalananku di Osaka (setelah wisuda anakku selesai di
Chiba) dan di Yagoto, salah satu distrik di Nagoya, tempat adanya
Universitas Chukyo.
Cerita tentang wisuda anakku, akan kutuliskan di buku-buku
tentang “Michelle, Malaikat Kecilku”.
Ternyata juga, dalam perjalananku ke Nagoya dari Tokyo adalah
perjalanan yang penuh inspirasi untukku sendiri. Bahwa, setiap
perjalananku ke Jepang sejak tahun 2017 dalam 3× setahun
(kecuali masa pandemi), merupakan perjalananku yang penuh
inspirasi.
Semoga buku Sektor Bir Ali dan Terminal Hijrah (Tempat Miqat Jamaah Haji & Umrah) ini, dapat jadi kenangan dan gambaran serta panduan untuk petugas PPIH Arab Saudi Daker Madinah khususnya Sektor Bir Ali dan Terminal Hijrah periode selanjutnya.
Aamiin ....
etika setelah aku menjalani traveling ke Kampung Adat Bena serta menyusuri sebagian Pulau Flores ini, aku mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaanku tentang perjuangan dan merawat kehidupan. Karena, keadaanku yang sangat terbatas ini, kadang kala aku susah sekali untuk terus berjuang, untuk masa depanku. Tetapi ternyata, kehidupan masyarakat purba Kampung Adat Bena yang sudah berumur lebih dari 1.200 tahun lalu, sangat intens untuk merawat dan memperjuangkan masyarakatnya untuk tetap hidup dalam kebersahajaannya, bukan semata-mata saat ini adalah masa-masa modern dan mereka menjadi masyarakat yang modern. Semuanya berawal dari keluhuran jiwa masyarakat purba, dan jika kita amati dengan seaksama, kebersahajaan merekalah yang mampu membawa kehidupan kita di zaman modern itu, bisa survive. Mereka hidup dengan sederhana dan damai dalam 9 suku yang tinggal di sana di 45 rumah-rumah adat mereka. Sungguh sikap yang sederhana dan sangat bersahaja, juga ketika mereka menyambut kami dari Jakarta yang excited banyak bertanya dan mereka menjawabnya dengan senyum hormat. Belajarlah kita lewat kehidupan mereka yang tenang dan damai.
Sepertinya, tidak akan pernah habis jika kita bicara tentang budaya, adat, serta keindahan alam Pulau Flores ini. Bahkan, jika kita mau telurusi kampung adat demi kampung adat di sana, untuk Kabupaten Nagekeo saja terdapat 128 kampung adat dengan berbagai suku dan budaya serta adatnya masing-masing, bagaimana dengan seluruh Pulau Flores?
Belum lagi tentang titik-titik wisatanya mungkin bisa dibilang masih “setengah perawan”, yang belum diolah apalagi dibangun untuk objek wisata dalam dan luar negeri, berapa besar “harta karun” Indonesia, hanya di Pulau Flores saja? Apalagi bicara tentang keindahan alamnya yang sangat damai, tenang, dan bersahaja.
Buku ini hanya bercerita tentang sebagian saja wajah Pulau Flores. Hanya 1 minggu kami mengeksplore di sana, tetapi jika kami diberi kesempatan 1 bulan, mungkin bisa berkali lipat cerita-cerita yang akan ada dalam beberapa buku, dan bisa menjadi dokumen dan bahan literasi bagi warga di sana serta bagi wisatawan yang juga datang ke sana.
Sebuah pulau bunga yang harum dan wangi, untuk menambahkan “koleksi harta karun” Indonesia, sebagai bagian dari warisan dunia..
Proceeding memuat materi dan
sumbangan tulisan dari presenter dan penulis pada Webinar
Internasional dengan topik “Enviromental Sustainable
Development and Leadership” yang diselenggarakan atas
kerjasama Pesantren Modern Pendidikan Al-Qur’an IMMIM
Putra dengan DAPTO School Australia pada tanggal 25 Agustus
2022
Setelah 2 tahun pandemic mulai berangsur melemah, aku siap traveling lagi keliling dunia lagi. Salah satunya dan pertama kali aku terbang ke luar negeri setelah pandemic adalah ke Singapore.
Terima kasih sekali tuhan Yesusku, ketika selama pandemic ini aku tetap dan selallu sehat, karena Tuhan selalu melindungiku, sehingga aku mampu melewati masa2 sulit dunia melawan pandemic, juga untukku.
Lalu, aku memikirkan bagaimana jika Singapore justru membuat aku sakit, tetapi justru negeri singa ini membuat aku sehat dan excited, bersama dengan Tuhan Yesusku untuk melakukan sebuah mimpi besarku untuk menuliskan beberapa buku bertema “Disabilitas di 4 Benua”, dan ini dimulai dengan Indonesia dan Singapore.
Terima kasih juga, ketika perjalananku ke Singapore untuk survey disabilitapun, memberikan dampak2 positif bagi Indonesia, dan Tuhan pun memberikan seorang “malaikat plindung” untukku, yang selalu membantuku sampai sedetail2n ya di Singapore.
Terima kasih sekali untuk mas Kardy Chiu, seorang malaikat pelindung yang diberikan Tuhan untukku selama aku berada di negeri cantik tersebut.
Dan dalam hitungan beberapa bulan, sebuah buku baru bertema Singapore, Arsitektur dan Disabilitas ini, berhasil diterbitkan! Puji Tuhan Semesta Alam ……
Semoga buku ini memberikan inspirasi bagi banyak orang tentang sbuah kehidupan yang mempunyai banyak jenis manusia, dan kita semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga Negara, dan itulah yang aku mau angkat, salah satunya dalam buku ini tentang disabilitas ……
Buku ini merupakan kumpulan dari hasil diskusi dan proses pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menyikapi isu-isu kekinian terkait kekuatan-kekuatan politik di Indonesia. Kompilasi hasil diskusi ini memberikan makna bagi generasi millineal untuk senantiasa mengembangkan daya kritis dalam merespon isu-isu yang berkembang saat ini. Banyak pandangan dan prespektif yang hadir terkait isu tersebut sehingga diharapkan buku ini mampu memberikan sisi lain untuk melihat kekuatan-kekuatan politik yang selama ini bermain dan mempunyai posisi penting didalam setiap proses pergantian kepemimpinan ataupun perebutan kekuasaan terjadi. Hal-hal yang tidak pernah menjadi bahasan penting seperti posisi perempuan dalam konteks politik, mahasiswa serta media akhirnya mendapat sorotan dari mahasiswa untuk didiskusikan dan dinarasikan dalam bentuk tulisan didalam buku ini. Buku ini merupakan salah satu wujud nyata, bahwa generasi muda mampu merespon isu-isu yang ada dengan narasi dan pemikiran yang luas. Buku ini juga masih jauh dari sempurna karena masih membutuhkan narasi dan analisis yang tajam terkait isu yang berkembang. Pokok-pokok kekuatan politik yang dijadikan bahan diskusi dan dinarasikan dalam buku ini diharapkan menjadi awal bagi generasi millenial untuk mampu merespon isu dengan narasi analisis yang baik dan tajam.
Buku ini berisi perjalanan kami selama 10 hari ke Selandia Baru di di pertengahan bulan November 2019, sebelum pandemi Covid-19 menyerang bumi. Banyak kisah-kisah seru di dalam buku ini seperti anak-anak yang hilang, makan ikan mentah pertama kali, nyetir dengan kondisi SIM mati, makan burger terenak di dunia, bertemu Raffi Ahmad, serta tentu saja, cerita dan foto indahnya panorama di pulau selatan Selandia Baru.
Buku ini ditulis secara kronologis, mulai dari persiapan kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke kota-kota yang dilalui, mulai dari hari pertama sampai terakhir. Di akhir buku, disajikan review tempat menginap dan restoran yang dikunjungi. Buku ini ditulis dengan harapan dapat membantu traveller yang lain dalam merencanakan perjalanan ke Selandia Baru, sekaligus menghibur siapa saja yang membaca buku ini. Selamat menikmati.
Sejak akhir tahun 2017, setelah sopirku ditanggil Tuhan karena sakit, padahal beliau sudah ikut denganku sejak tahun 1999, aku tidak ingin mencari sopir pribadiku lagi. Karena kriteriaku banyak. Karena aku cacat, ibuku saat itu sudah renta, jadi butuh sopir yang dekat dengan rumah atau bersedia tinggal di rumah. Itu tidak mudah.
Sehingga, aku memutuskan lebih baik mencari taxi online. Sekarang, lebih cepat, lebih murah, dan gampang mencarinya.
Jadi sejak Pak Emon sopir pribadiku meninggal, ke mana pun dan kapan pun aku mencari taxi online. Cepat sekali dapatnya dan aku tidak harus berpikir tentang perawatan mobil pribadiku lagi, biar anakku yang berganti-ganti dengan mobilnya sendiri dengan mobilku, juga untuk melewati area “ganjil–genap”.
Lalu, mulailah aku “bertualang” dengan taxi online, dan aku merasa aman dan nyaman walau tengah malam sendirian harus pulang setelah selesai pameran-pameranku, aku tetap dijemput taxi online, yang aku tidak kenal.
Suka dan dukaku bersama driver taxi online, aku tuliskan di buku ini, semoga menambah wawasan bagi orang-orang yang masih mencari alternatif untuk kendaraan umum, tetapi “tidak terlalu umum”, hi-hi-hi….
Yuk, kita bertualang.
Dalam Nama Tuhan, kuserahkan hidupku, apapun yang Engkau inginkan untuk aku kerjakan.
Praise the Lord Jesus ……
Persahabatan itu memang seharusnya tidak akan lekang oleh waktu. Karena, persahabatan mempunyai dampak untuk kita menjadi bahagia …..
Persahabatanku dengan grup Fortissimo dari Filipina pun, sampai sekarang tetap terjaga, walau kami dipisahkan oleh pandemic dan jarak antar Negara masing-masing. Tetapi, kami tetap saling sapa di media social, dan saling ketawa ketiwi jilka kami memposting foto-foto jadul kami.
Ketika sahabatku harus bertugas ke Seoul, akupun sempat datang memenuhi undangan mereka, untuk menginap di aparteen mereka. Dan, travelling ku selama di Seoul, walau mereka tidak bisa terus bersama menyusuri kota Seoul, aku sudah sangat berbahagia.
Diharapkan, jika pandemic usia, bisa saja Fortissimo bermusik lagi di Hotel Hyatt Jakarta sehingga kami bisa bertemu lagi.
Seoul merupakan catatan bahagia dua Negara, Indonesia dan Filipina dalam persahabatan untukku, dan kota ini akan terus memberkas di hatiku ……
Disabilitas memang dianggap sebagai orang yang “tersingkir” dan tidak perlu masuk di dunia persaingan dengan orang non-disabilitas.
Disabilitas memang dianggap sebagai orang yang perlu dan patut dikasihani dan dilindungi, dan tidak perlu berjuang untuk sebuah kebanggaan. Sebaiknya hanya duduk diam dan aka nada orang yang membantunya.
Tetapi, kenyataannya tidak demikian, karena memang ada yang benar membantu bagi personal disabilitas?
Tidak semua keluarga yang bisa membantu, bahkan negarapun dangat terbatas untuk membantu. Sehingga, para disabilitas pun harus berjuang untuk kehidupannya, termasuk para atlet disabilitas, yang pada kenyataannya sangat memprihatinkan di beberapa Negara.
Tetapi, apapun yang terjadi bagi disabilitas itu adalah kenyataan, yang harus diantisipasi untuk memperoleh kehidupan yang aman dan nyaman.
Tidak ada yang bisa mendukung para disabilitas itu, selain dirinya sendiri. Dukungan keluarga dan Negara pun, tidak mungkin sedetail yang disabilitas butuhkan, sehingga mereka poun harus tidk boleh manja.
Para atlet disabilitas pun, alau sudah mengharumkan nama Negara masing-masing, tetap harus berjuang untuk hidupnya. Dan, keberlanjutan kehifupan mereka, sekali lagi, sangat bergantung pada emangatnya untuk terus survive, sampai Tuhan memanggilnya pulang ……
Dan, inilah realitas bagi kaum disabilitas (termasuk atlet-atletnya) dunia …..
Media yang memberitakan tentang semua ini, terkadang terkesan membesar-besarkan sebuah berita. Mereka juga terkadang menyebabkan masyarakat menjadi kebingungan dan khawatir. Keresahan yang melanda masyarakat semuanya berawal dari media, karena media adalah pusat informasi masyarakat modern saat ini. Jika beberapa pihak menyalahkan media sebagai sumber masalah, maka siapakah dalangnya? Media atau Corona?
Perjalananku diseputaran jalur protocol Jalan Sudirman – Thamrin, berakhir di Hotel Le Meredien. Dari hotel ini juga, pagi itu kami berjalan sampai Jalan Thamrin, makan siang di sekitaran Bank BBD.
Sempat naik JPO untuk melihat dari atas Jalur BusWay TransJakarta serta mencoba kenyamanan ramp untuk kursi roda ajaibku.
Setelah itu, kami naik MRT di Stasiun depan Kedutaan Jerman di Jalan Thamtin, dan menuju Stasiun Gelora Senayan.
Berjalan2 sekitaran sana dan naik turun JPO yang viral dengan bentuk yang intagramable. Dan, kembali ke Hotel Le Meredien, sekitar jam 18.00. Setelah itu, kami sedikit beristirahat dan pulang, dengan diantar mas Ivan ke rumahku.
Aku memang ingin melihat dan merasakan sendiri, apakah aku mampu dengan nyaman untuk berkeliling dengan kursi rida ajaibku, karena itu yang aku mau bahwa, Jakarta harus segera memulai konsep “kita ramah disabilitas” nya.
Juga, aku memang ingin melihat dengan detail, apa yang dikatakan banyak orang tentang kenyamanan pedestrian di jalur protocol Sudirman – Thamrin ini.
Ya, memang.
Pedestrian disepanjang jalan itu memang sangat nyaman, tetapi apakah hanya di jalur protokolnya saja?
Bagaimana dengan jalur2 non-protokol nya?
Bahkan, sedikir berbelok dari jalur itu saja, pedestrian sama sekali tidak nyaman …..
Sebagai ibukora, Jakaarta seharusnya membangun kota yang ramah untuk warganya, siapaun itu, terutama untuk disabilitas dan prioritas. Bukan hanya untuk pencitraan saja, dengan hanya membangun jalur2 protokolnya saja, yang ramah.
Semoga, buku ini bisa membukakan mata dan hati kita, terutama pemerintah
40 bab aku tuliskan pada buku ini, dengan 1 prolog dan 2 epilog. Tulisan di buku ini, sengaja aku persembahkan untuk teman-teman disabilitas.
Keinginanku sudah jelas, aku ingin terus berjuang untuk ku sendiri dan jelas untuk teman2 disabilitas. Bagaimana aku ingin memberikan tempat yang nyaman dan “ramah disabilitas”.
Jakarta, tempat aku tinggal dan teman-teman disabilitasku, memang masih jauh dengan kata “ramah disabilitas”, tetapi sedikit demi sedikit, pemerintah DKI Jakarta mulai untuk memperdulikan kami, kaum disabilitas.
Termasuk dari tulisan-tulisanku yang aku selalu share lewat media social, aku berusaha untuk memberikan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan dan fasilitas, supaya kota Jakarta tercinta ini, lebih banyak belajar tentang apa yang kami butuhkan.
Aku berharap, buku ini bisa memberikan informasi tentang konsep serta kebutuhan untuk kami kaum disabilitas, dan mengangkat pendekatan bagaimana Jakarta bisa lebih jauh mendekati kota yang “ramah disabilitas”.
Bukan hanya Jakarta saja, tetapi semua kota di dunia, untuk menjadi tempat yang “ramah disanilitas”, full dengan inklusi dan tanpa diskriminasi ……