Menulis dengan Percaya Diri
Posted: 11-07-2011 08:58Sender:
Writing is adventure, menulis adalah petualangan. Demikian kata Ernest Hemingway, sastrawan besar AS yang karya-karyanya ditandai dengan jiwa-jiwa dan napas petualangan. Jika kita ingin merasakan nikmatnya menulis, kita harus mau untuk berpetualang dengan huruf dan kata. Menelusuri pikiran yang penuh imaji dan retorika. Kadang mungkin kita harus tersesat dalam labirin ide atau harus mendaki terjalnya gagasan. Namun, semangat berpetualang akan membuka tabir yang tertutup rapat. Tapi, bagaimana caranya?
Menurut Bobby DePorter & Mike Hernacki dalam bukunya Quantum Learning,
menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan
(emosional) dan belahan otak kiri (logika). Jadi, untuk bisa menulis dengan
baik, kita harus berusaha untuk menyeimbangkan kedua belahan otak kita. Menjadi
seorang penulis itu harus cerdas secara emosional maupun secara inteligensia.
Kenapa harus dua-duanya? Ya, karena jika hanya menggunakan otak kiri saja,
tulisan kita tidak akan selesai-selesai. Karena kita akan tumbuh menjadi orang
yang perfeksionis yang selalu mengedit kata dan kalimat. Ingat, kesempurnaan
akan tercapai dengan berlatih. Sedangkan jika kita hanya menggunakan otak
kanan, kadang kita menulis tanpa aturan atau perencanaan yang jelas. Tapi,
orang yang dominan otak kanan ini lebih baik jika dibandingkan dengan otak
kiri. Setidaknya ia akan berani untuk mengembangkan imajinasi dan emosi dalam
tulisannya, sehingga tercipta tulisan yang enak untuk dibaca.
Namun, bagaimanapun juga, akan lebih baik jika kedua belahan otak kita
seimbang, sehingga tulisan yang bagus akan selesai tepat waktu karena dengan
perencanaan yang jelas.
Namun, kadang menulis itu tidak semudah diucapkan. Kita kadang memiliki sejuta
ide untuk dituliskan, tapi ketika kita hendak menuliskannya kita seakan-akan
bingung harus mulai dari mana.
Untuk itu, aku ingin berbagi beberapa tips dan trik agar kita merasa pede untuk
menuliskan sesuatu. Ini dia tips dan triknya:
☺
Menemukan suatu gagasan
Gagasan atu ide itu muncul di mana saja. Baik itu dari
diri kita sendiri, yang kita alami sehari-hari atau dari pengalaman orang lain.
Contoh kecil, ketika kita pergi ke sekolah, kampus, atau kantor setiap pagi,
tentulah kita bertemu dengan berbagai macam orang di jalan atau mungkin
menemukan banyak kejadian, baik itu lucu ataupun menyebalkan. Bambang Q-Anees
menyebutkan, “Siapa yang bisa ngegosip, pasti bisa menulis.”
☺
Gunakan timer untuk jangka waktu tertentu
Maksudnya, kita harus memiliki deadline dari tulisan kita. Meskipun bukan untuk
suatu lomba atau dikirim ke penerbit, namun kita berusaha untuk memiliki
komitmen pada diri sendiri atas apa yang sedang kita tulis. Belajarlah
berdisiplin dengan waktu kita.
☺
Mulailah menulis secara terus-menerus (konsisten)
Teruslah menulis, walaupun apa yang kita tuliskan
hanya: “Aku tidak tahu apa yang harus kutulis.” Artinya, jangan pernah
mengatakan, “Aduh, lagi nggak punya ide nih…” padahal sebenarnya ide itu
ada di sekitar kita. Hanya saja kita tidak cerdas dalam menjemput ide tersebut.
☺
Saat timer berjalan, hindari:
Pengumpulan gagasan?
Pengaturan kalimat?
Pemeriksaan tata bahasa?
Mencoret atau menghapus?
Kenapa? Ya, ketika kita menulis, biarkan otak kanan kita yang bekerja.
Berpetualang dan berimajinasi dengan lincah. Jangan sampai otak kiri kita ikut
campur. Nanti ketika saatnya pengeditan, barulah otak kiri mengambil perannya.
☺
Teruskan hingga waktu habis dan itulah saatnya
berhenti
Jika ada batas waktu yang pasti, kita akan tahu kapan kita akan berhenti
menulis suatu topik dan melanjutkan topik yang lainnya.
Itu hanyalah tips dan trik sederhana untuk menjadikan kita terus semangat untuk
menulis. Banyak orang bilang, menulis itu seperti berenang. Meskipun kita
tahu teori paling bagus untuk berenang, jika kita tidak pernah mencoba, itu
sama saja bohong.
Ingat, ada satu pepatah: possible thing is usual, usual thing is forced or
loved. Bisa itu karena biasa, biasa itu karena terpaksa atau mencintai. Kita
tinggal memilih, mau melakukan sesuatu dengan cinta atau karena keterpaksaan.
Tapi, sesuatu yang dikerjakan dengan penuh cinta, hasilnya akan jauh lebih baik
dibanding karena terpaksa.
by: Intan Daswan